Jumat, April 08, 2011

recomended info

Paradise Home : how to make your home as your paradise
My College Camp : Get some business idea to be your own boss
Health Care : many info for your health

:-):-)

Jumat, Juli 23, 2010

Di antara Syair Rabi'ah Al 'Adawiyyah

عرفت الهوى مذ عرفت هواك ٭ واغلقت قلبي عمن سواك

وكنت اناجيك يامن ترى ٭ خفايا القلوب ولسنا نراك

احبك حبين حب الهوى ٭ وحبا لانك اهل لذاك

فاما الذي هو حب الهوى ٭ فشغلي بذكرك عمن سواك

واما الذي انت اهل له ٭ فكشفك للحجب حتى اراك

فلا الحمد في ذا ولا ذاك لي ٭ ولكن لك الحمد في ذا وذاك

ولست على الشجو أشكو الهوى ٭ رضيت بما شئت لي في هداكا

dari ar.wikipedia.org

Mungkin terjemahannya kayak gini ...

Kukenal cinta sejak kukenal cinta-Mu, lalu kukunci hatiku dari yang selain-Mu

Kuberbisik pada-Mu, wahai Yang melihat segala rahasia hatiku, sedangkan kami tak bisa menatap diri-Mu

Aku mencinta-Mu dengan dua cara: cinta karena keinginanku dan cinta karena Engkau pantas untuk itu

Adapun cinta karena keinginanku, maka aku sibuk mengingat-Mu dan melupakan yang selain-Mu

Adapun cinta karena Engkau pantas untuk itu, adalah keterbukaan tabir hingga aku bisa melihat-Mu

Maka tiada pujian di dalam cinta yang ini maupun yang itu bagi diriku, tetapi segala pujian hanyalah bagi-Mu

Dan tidaklah aku mengadu karena duka hatiku wahai cintaku, karena aku rela dengan apapun hadiah-Mu yang kau berikan untukku

Kamis, November 26, 2009

Shalat Jumat di Hari ‘Ied

Mustadrak Al Hakim, nomor 1063
Dari Iyas bin Abi Ramlah As Syamy, beliau berkata : Aku menyaksikan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sedang bertanya kepada Zaid bin Arqam :
هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيْدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ كَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمْعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ (هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه وله شاهد على شرط مسلم)
“Apakah engkau menyaksikan di masa Rasulullah saw. dua ‘ied yang keduanya berkumpul dalam satu hari ?”.
Zaid bin Arqam menjawab : “Ya”.
Mu’awiyah bertanya :“Apa yang dilakukan Rasulullah saw.?“.
Zaid bin Arqam menjawab : “Rasulullah saw shalat ‚ied selanjutnya memberikan keringanan untuk shalat Jumat“, selanjutnya beliau berkata : “Barangsiapa yang akan shalat, maka shalatlah“.
(Hadits ini sanad-nya shahih tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhary dan Muslim tetapi memenuhi syarat shahih Imam Muslim)

Shahih Muslim, nomor 878
Dari Nu’man bin Basyir, beliau berkata :
كَانَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ، فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ، {سَبّحِ اسْمَ رَبّكَ الأَعْلَىَ} و{هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ}.
قَالَ: وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ، فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضاً فِي الصّلاَتَيْنِ.
“Dahulu Rasulullah saw. membaca pada dua shalat ‘Ied dan shalat Jum’at ; sabbihisma rabbikal a’laa dan hal ataaka haditsul ghasyiyah“. Beliau berkata : “Dan apabila berkumpul dua ‘Ied dan Jum’at di dalam satu hari, beliau membaca keduanya juga di dalam dua shalatnya“.

Rabu, September 02, 2009

BISAKAH BATAL PUASA SEBELUM PERJALANAN DIMULAI ?

KELIRUMOLOGI – PART 2


Suatu hari di saat sahur, di mesjid kampung Ki Shadri terasa sepi. Tak terdengar suara Ki Shadri yang biasanya rajin membangunkan orang-orang di kampungnya melalui pengeras suara mesjid. Orang-orang di kampungnya kemudian bertanya-tanya, kemana Ki Shadri?. Apakah dia masih tidur? Atau jangan-jangan dia sakit?

Setelah shalat shubuh usai, sebagian jamaah mesjid mendatangi rumah Ki Shadri untuk mencari tahu Ada apa dengan Shadri. Sesampainya di rumah Ki Shadri, wah… apa yang mereka lihat ? Ternyata Ki Shadri sedang makan nasi goreng, nikmat banget kayaknya… . Tapi anehnya, saat ia tertangkap basah sedang makan di pagi hari bulan puasa, ia malah menyapa orang-orang yang mendatangi rumahnya dengan wajah innocent.

Setelah para tamunya bertanya, kenapa di pagi hari bulan puasa Ki Shadri malah melahap nasi goreng, sebagai orang yang sekarang sudah mulai nyantri di pengajiannya Ustadz Mursyid dia menjawab dengan menggunakan dalil. “Bukankah kalian tahu firman Allah dalam Al Baqarah 184 dan diulang lagi di 185 yang berbunyi, “…Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain….”. Begitulah kata Ki Shadri, kemudian ia melanjutkan penyampaian hujjah-nya. “Nah… hari ini aku mau curi start mudik, supaya gak ikutan terjebak macet. Makanya aku tidak puasa hari ini dengan dasar dalil yang kusebutkan tadi yang membolehkan seorang musafir tidak berpuasa saat di perjalanan”.

“Tapi kan… “, inilah kalimat pertama yang diungkapkan sahabat-sahabat Ki Shadri yang kemudian memicu perdebatan sengit di antara mereka. Sehingga Ustadz Mursyid, satu-satunya orang yang didengar suaranya oleh Ki Shadri harus turun tangan untuk melerai perdebatan di antara mereka.

Kejadian di atas merupakan salahsatu dari kejadian yang dimuat di dalam Kamus Kelirumologi yang kebetulan belum dicetak dan penyusunannya juga belum selesai.

Dimulailah penjelasan Ustadz Mursyid dengan membacakan sebuah kitab tafsir untuk menjelaskan kalimat “… atau dalam perjalanan…” (Al Baqarah 184 & 185).
“Para ulama bersepakat bahwa musafir (orang yang melakukan perjalanan) di bulan Ramadhan tidak diperbolehkan membatalkan puasanya sebelum perjalanannya dilakukan. Karena seseorang itu tidak dianggap sebagai musafir jika ia baru berniat akan melakukan perjalanan. Ia baru disebut musafir jika perjalanannya itu telah dimulai. Berbeda dengan muqim (orang yang berada di daerah tempat tinggalnya), ia tidak perlu melakukan apapun untuk bisa disebut sebagai muqim karena ketika ia berniat akan tinggal di daerahnya, maka pada saat itu pula ia sedang berada di daerahnya”. (Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al Anshary Al Khazrajy Syamsuddin Al Qurthuby (wafat 671H), Al Jami’ li Ahkaam al Quran / Tafsir Al Qurthuby 2/278)

Kamis, Agustus 20, 2009

BELAJAR IHSAN MELALUI PUASA

…. Orang itu berkata : “Engkau benar, kemudian jelaskan kepadaku tentang Ihsan”.
Nabi saw. menjawab : “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, tapi apabila engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”
….

Itulah penggalan percakapan Nabi saw. dengan Jibril yang mendatanginya dengan bentuk manusia dan disaksikan para sahabat sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahih-nya.

Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al ‘Abbad di dalam Fath al Qawy al Matiin, Syarh hadits Arba’iin menjelaskan bahwa Ihsan memiliki derajat yang paling tinggi, ia berada di atas derajat Islam dan Iman. Hadits ini menjelaskan ketinggian derajat ihsan ini. Karena orang yang melakukan ibadah seolah-olah dia berada di hadapan Allah, berarti telah beribadah secara sempurna. Tetapi jika belum merasakan hal ini hendaknya orang itu merasakan kalau dirinya itu sedang diawasi oleh Allah, sehingga dia takut apabila melakukan sesuatu yang dilarang-Nya dan dia akan melakukan segala yang diperintahkan-Nya.

Ketika seseorang sedang menyendiri di dalam rumah di siang hari bulan Ramadhan, sesungguhnya ia bisa saja makan atau minum karena tidak akan ada orang lain yang melihatnya. Tetapi orang-orang yang benar-benar berkeinginan menjalankan ibadah puasa tidak akan melakukan hal itu sekalipun bisa. Dalam hatinya ia berkata, “Aku memang tidak dilihat manusia, tetapi aku dilihat oleh Allah”.
Maka puasa merupakan latihan agar bisa bersikap ihsan sebagaimana hadits di atas.

Bayangkan jika semua umat islam negri ini puasanya sukses dan terbentuk sikap ihsan pada setiap dirinya. Maka tidak akan ada lagi korupsi, manipulasi, kolusi, prostitusi, aborsi dan hal-hal maksiat lain baik yang berakhiran “si” atau pun tidak. Karena semua akan merasa selalu dilihat oleh Allah.

Tetapi jika puasa kita tidak sukses, maka kita khawatir dengan apa yang disabdakan Nabi saw. “Banyak sekali orang yang berpuasa tetapi dari puasanya itu tidak ada hasil apapun kecuali lapar dan dahaga”.

Semoga saya dan juga anda bisa menghasilkan kesuksesan dari ibadah puasa bulan Ramadhan tahun ini. Amien…

SELAMAT BERIBADAH DI BULAN RAMADHAN…

Rabu, Agustus 05, 2009

JALAN CINTA RABI'AH

Karena cinta dia merasa kecil tetapi karena itu pula dia dianggap besar. Karena cinta dia rela menderita tetapi karena itu pula dia sangat bahagia. Karena cinta dia mengasingkan diri, tetapi karena itu pula namanya tertulis dengan tinta emas sampai saat ini. Dia adalah orang yang meyakini kebenaran, keindahan dan keagungan cintanya hingga tak ada sedikit pun ruang di hatinya yang terisi oleh selain kecintaan kepada Kekasihnya. Dia campakkan apapun yang ada di Bumi dan di Langit karena perasaan cinta kepada Kekasihnya itu.

Di antara syair masyhurnya berbunyi:
Bagaimanapun kekasihku tidak sama dengan kekasih yang lain. Tidak ada yang memiliki satu tempat pun di hatiku selain Dia. Sekalipun Dia gaib dari penglihatan bahkan dari diriku sekalipun, tetapi Ia tidak pernah gaib dari hatiku walau sedetik pun”.

Dia adalah Rabi’ah binti Isma’il Al ‘Adawiyyah Al Bashriyah atau lebih dikenal dengan Rabi’ah Al ‘Adawiyah, ibu para sufi besar dunia. Dilahirkan di Bashrah Irak pada awal abad ke dua hijriyah atau awal abad ke 8 masehi.

Di masa Rabi’ah dilahirkan, umat Islam berada di bawah dinasti pemerintahan Bani Umayah. Tetapi masyarakat Islam yang sebelumnya terkenal dengan ketakwaan mereka kepada Allah, pada masa itu telah mulai memudar. Mereka berlomba-lomba mencari kekayaan, kemaksiatan menyebar luas dan pesta-pesta begitu diagungkan, keimanan mulai tumpul. Akhlak hidup wara’ dan zuhud sudah mulai lenyap. Maka kemudian lahirlah gerakan tashawuf Islam dipimpin Hasan Al Bashry untuk mengatasi perbudakan hawa nafsu yang melanda masyarakat muslim saat itu.

Setelah ditinggal kedua orang tuanya, Rabi’ah yang masih kecil jatuh ke tangan orang yang kejam, yang menjualnya sebagai budak belian dengan harga sangat murah. Setelah bebas dari perbudakan, Rabiah pergi ke tempat- tempat sunyi untuk menjalani hidup terpisah dari manusia lain dan mendekatkan diri hanya kepada Tuhannya.

Di dalam kesunyian malam Rabi’ah berkata :
Oh Tuhanku… bintang-bintang bersinar gemerlap, manusia tertidur nyenyak, raja-raja menutup pintunya dan tiap pecinta sedang asyik bersama kekasihnya. Tapi di sinilah aku sendirian bersama Engkau.

Dan ketika fajar tiba, Rabi’ah pun berkata :
Ya Tuhanku, malam telah berlalu dan siang pun menjelang. Seandainya malam tidak pernah berakhir, alangkah bahagianya hatiku sebab aku dapat selalu bermesraan dengan-Mu. Tuhanku, demi kemuliaan-Mu, walaupun Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu, aku akan senantiasa menanti di depannya karena cintaku telah terikat dengan-Mu.

Lantas ketika Rabiah membuka jendela kamarnya sambil memandang alam lepas ia pun berbisik :
Tuhanku, ketika kudengar margasatwa bersuara dan burung-burung mengepakkan sayapnya, pada hakikatnya mereka sedang memuji-Mu. Ketika kudengar desiran angin dan gemericik air di pegunungan, bahkan manakala guntur menggelegar, semuanya kulihat sedang menjadi saksi atas keesaan-Mu”.

Sejak saat itu, seluruh hidupnya diabdikan hanya kepada Allah swt. Hanya doa dan dzikir yang menjadi hiasan hidupnya. Ia lalaikan dunia demi cita-cita akhiratnya. Meskipun banyak pelamar datang, ia tak mau untuk menerimanya. Termasuk lamaran dari orang suci terkenal Hasan Al Bashry. Ia berlaku seperti ini, hanya karena ingin mencurahkan cintanya hanya kepada satu Kekasihnya. Untuk hal ini ia berkata :
Perkawinan itu memang perlu bagi orang yang mempunyai pilihan. Adapun aku tidak mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan aku di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa pun.

Rabi’ah telah membentuk satu cara yang luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan kepada-Nya sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulai pemahaman sufinya dengan menanamkan rasa takut kepada kemurkaan Allah seperti yang pernah dikatakannya :
Wahai Tuhanku! Apakah Engkau akan membakar hati yang mencintai-Mu, lisan yang menyebut-Mu dan hamba yang takut kepada-Mu?

Selama tiga puluh tahun ia selalu menjerit dalam doanya :
Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tidak ada satu pun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.

Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain selain Allah. Dia tidak mempunyai tujuan selain untuk mencapai keridlaan-Nya. Rabi’ah telah mempertalikan seluruh pikiran dan perasaannya hanya kepada akhirat semata. Dia sentiasa meletakkan kain kapannya di hadapannya.

Cinta Rabi’ah tak dapat disebut sebagai cinta yang mengharap balasan. Justru, yang dia tempuh adalah perjalanan mencapai ketulusan. Ia berkata, “Jika aku menyembah-Mu karena takut pada api neraka maka masukkan aku di dalamnya! Jika aku menyembah-Mu karena tamak kepada surga-Mu, maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku kesempatan untuk melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.

Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada-Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah (801M) ketika itu usianya menjangkau 80 tahun. Semoga Allah meredlainya, amin …..

Selasa, Mei 12, 2009

Ada Apa Dengan Doa

Seorang anak kecil meminta ice cream kepada ibunya. Namun ibunya tidak mau memberikan karena saat itu anaknya sedang sakit batuk. Anak itu terus merengek hingga menangis. Tapi tangisan anak itu tidak sedikitpun menggeser keyakinan Sang Ibu untuk tidak menuruti permintaan anaknya. Sekalipun anaknya itu berteriak mengatakan kalau ibunya itu orang yang pelit, ibunya hanya tersenyum kecil, karena dia yakin atas kebenaran tindakannya sebagai perwujudan sikap sayang kepada anaknya.

Kisah ini pernah melenyapkan sebuah kegelisahan dalam hati saya setelah lama bertanya-tanya tentang doa yang rasanya tidak dipenuhi oleh Allah. Kenapa berulang-ulang sebuah doa saya sampaikan, tetapi rasanya tidak pernah dipenuhi oleh-Nya. Padahal bukankah Dia berfirman :
“Dan Tuhan kalian berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian …”. (Al Mukmin : 40)

Hingga kegelisahan itu hampir saja menggoyang keimanan saya terhadap firman-Nya. Tidak mungkin firman-Nya itu salah, namun faktanya, terkadang keinginan yang dihantarkan dalam doa seperti tidak terjawab.

Alhamdu lillah kisah sederhana di atas menjawab seribu tanya tentang doa yang rasanya belum terjawab. Bahwa terkadang kita meminta sesuatu yang menurut kita baik bagi diri kita, padahal menurut Allah, apa yang kita pinta itu akan berakibat buruk bagi diri kita.
“Dan manusia berdoa untuk (meminta) keburukan seolah-olah dia meminta kebaikan, dan manusia itu bersifat tergesa-gesa”. (Al Israa : 11)
Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita dibanding diri kita sendiri. Kita hanya menduga-duga, menilai sesuatu dengan keterbatasan pengetahuan atau bahkan disertai dorongan hawa nafsu.
“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqarah : 216)

Allah Yang Maha Kaya akan memberikan apapun yang kita minta, namun Dia pun Maha Penyayang dan Maha Mengetahui, sehingga Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita dibandingkan diri kita sendiri. Ketika apa yang kita minta tidak baik bagi diri kita, mungkin Dia memberikan penggantinya atau menangguhkan pemberiannya.

Doa kita pasti dipenuhi oleh Allah apabila memenuhi syarat-syarat ijabah doa. Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al ‘Utsaimin di dalam bukunya Syarh Riyadl as Shalihiin menjelaskan syarat-syarat bagi ijabah doa sebagai berikut :
1. Ikhlash, tidak syirik (menyekutukan) Allah ketika berdoa dan tidak bersikap riya atau sum’ah (ingin dipuji orang yang melihat atau mendengar doa kita).
2. Berdoa tidak melampui batas dalam cara maupun isinya.
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Al A’raaf : 55)
Maka jika seorang hamba meminta sesuatu yang diharamkan, maka doanya tidak akan diterima. Begitupun jika berdoa meminta sesuatu yang bertentangan dengan ketetapan Allah, seperti jika seseorang meminta agar dirinya dijadikan sebagai seorang Nabi, maka doanya pasti ditolak.
3. Yakin bahwa Allah akan memberikan apa yang diminta. Berdoa sambil ada keraguan di dalam hati, tidak akan di-ijabah oleh-Nya.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan beriman kepada-Ku, agar mereka berada dalam kebenaran”. (Al Baqarah : 186)
4. Harus disampaikan dengan penuh kesungguhan. Hanya Allah yang bisa memenuhi kebutuhan kita dan Dia tidak membutuhkan kita.
5. Tidak memakan makanan yang haram. Diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah :
"…. Kemudian Rasulullah saw. menyebut tentang seorang pemuda yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berrdebu dan dia mengangkat tangan ke langit: Wahai Tuhanku...wahai Tuhanku... sedangkan makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram. Dan dia dibesarkan dengan memakan makanan haram maka bagaimana mungkin doanya akan di-ijabah”.
Wallahu a’lam

Rabu, April 01, 2009

MENYIKAPI TAQDIR

Dalam setengah bait sya’ir pada sebuah buku tentang tauhid bernama Jauharah at Tauhiid disebutkan :
وَالْقُدْرَةُ بِمُمْكِنٍ تَعَلَّقَتْ
"Qudrah (kekuasaan) Allah itu berkaitan dengan sesuatu yang mungkin terjadi".

Dengan kata lain, taqdir di dunia ini selalu terjadi melalui al asbab al ‘adiyah, sebab-sebab yang logis.

Jika anda sehabis shalat berdoa memohon kepada Allah agar di depan rumah anda ada pohon mangga berbuah lebat, maka yakinilah sesungguhnya Dia Maha Kuasa mewujudkannya secara langsung pada saat doa anda selesai, bahkan lebih cepat dari itu. Namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya Allah telah men-taqdir-kan hukum-hukum yang berlaku di atas permukaan bumi. Jika anda berada di Surga, insya Allah apa yang anda minta akan segera hadir di hadapan anda. Tetapi taqdir Allah di dunia menetapkan bahwa pohon mangga berbuah lebat yang anda inginkan itu harus anda tanam dan pelihara terlebih dahulu, ada proses yang harus dilalui. Kemudian apabila akhirnya pohon mangga itu tumbuh sesuai harapan anda, maka itulah taqdir dari-Nya melalui sebab anda menanam dan memelihara dengan baik serta didukung sebab-sebab lainnya. Namun jika pohon mangga itu kemudian tidak tumbuh sesuai harapan anda, itu pun taqdir dari-Nya yang tentunya bisa juga dijelaskan sebab-sebab logisnya.

Allah menciptakan alam semesta ini beserta taqdir bagi mereka. Allah taqdir-kan matahari terbit di timur dan terbenam di barat, Allah taqdir-kan setiap benda jatuh ke bawah, tidak ke atas, bumi mengelilingi matahari, bulan mengelilingi bumi, siang dan malam silih berganti, bernafas menghirup oxygen dan mengeluarkan CO2, ikan hidup di air, manusia hidup di darat dan banyak lagi hukum-hukum yang sudah di-taqdir-kan oleh-Nya di muka bumi ini. Perhatikan firman-Nya :
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah taqdir Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah men-taqdir-kan bagi bulan tempat-tempat singgah, sehingga (setelah dia sampai ke tempat singgah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”.
(Yasin : 38-39)

Taqdir, ketetapan atau hukum-hukum Allah yang ditetapkan bagi alam semesta ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh seluruh makhluknya. Semua tunduk kepada ketetapan-Nya ini. Dan ketetapan Allah bagi alam semesta ini, kemudian dianggap orang-orang sebagai sesuatu yang logis alias mungkin atau wajar terjadi pada alam semesta ini. Jika benda jatuh ke bawah disebut logis, tetapi tidak logis jika jatuh ke atas. Padahal jika sejak pertama Allah menetapkan benda-benda jatuh ke atas, maka hal inilah yang menjadi logis. Begitupun ketika matahari terbit di timur, kejadian ini tidak dianggap aneh karena sejak dahulu ditetapkan oleh-Nya seperti itu. Tetapi jika terjadi kondisi sebaliknya, maka orang-orang akan menganggap aneh. Padahal bagi Allah, menerbitkan matahari dari barat sama mudahnya dengan menerbitkannya dari timur.

Jika seorang teman anda bertanya, “Kenapa si Fulan meninggal dunia ?”. Jika anda menjawab “Karena taqdir”, maka jawaban anda benar tetapi bukan jawaban yang itu yang diharapkan si penanya, karena kalau jawabannya seperti itu, si penanya juga sudah tahu. Tentunya teman anda mengharapkan anda menjawab mengenai penyebabnya. Mungkin jawaban anda, “Karena dia sakit kanker”, misalnya. Jadi takdir meniggal bagi orang yang sedang dibicarakan, melalui satu sebab logis yaitu penyakit kanker.
Tapi perlu juga diingat, bahwa menderita penyakit kanker yang menjadi sebab meninggalnya orang itu, merupakan taqdir pula. Sehingga bisa saja kemudian muncul lagi pertanyaan, “Kenapa dia sakit kanker?”. Dan jawaban untuk pertanyaan ini selain “Karena taqdir”, bisa juga dijawab dengan penyebabnya, misalnya saja “Karena dia banyak merokok”. Lalu, “Kenapa dia banyak merokok ?”, tentunya ‘banyak merokok’ itu merupakan taqdir, tetapi taqdir tersebut ada penyebabnya juga, misalnya “Karena lingkungan perokok mempengaruhinya”.
Jadi, “hasil” bersama “proses”, keduanya merupakan taqdir dari-Nya. Allah swt. berfirman :
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
(Ash Shaaffaat : 96)

Kemudian muncul pertanyaan, apakah Allah mungkin berkehendak menetapkan sesuatu yang tidak logis di dunia ini ? Jawabannya, kenapa tidak? Jika Dia berkehendak siapa yang bisa menghalanginya.
“Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya”.
(Al Buruuj : 16)
Dan buktinya, kejadian-kejadian khawaariqul ‘aadah (kejadian di luar kebiasaan) atau irrasional sudah sering terjadi.
Kita mengenal kejadian di luar kebiasaan yang terjadi pada para Rasul, yang disebut mukjizat. Ada orang saleh yang akhirnya diberi keistimewaan luar biasa yang disebut karamah atau ma’unah. Baik mukjizat, karamah maupun ma’unah, semuanya datang dengan tiba-tiba dari Allah, atas kehendak-Nya tanpa diusahakan atau dipelajari sebelumnya. Dan adapula kejadian irasional yang sengaja diusahakan oleh seseorang dan bukan anugrah dari Allah atas kesalehannya, ini namanya sihir.
----------
Taqdir hanya diketahui setelah terjadi, sebelum terjadi, manusia tidak mengetahui taqdir bagi dirinya. Maka tugas kita adalah bekerja keras dan berdoa untuk mendapatkan hal yang terbaik. Setelah itu, apapun hasilnya, maka itulah taqdir buat kita. Maka orang yang menerima taqdir, tidak akan menjadi sombong ketika mengalami kesuksesan. Dan dia pun tidak akan putus asa ketika mengalami kegagalan. Karena dia menyadari bahwa semuanya terjadi atas kekuasaan dan kehendak-Nya.
Perhatikan firman Allah swt. :
“Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang (munafik) itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
(An Nisaa : 78-79)
Pada An Nisaa : 78 di atas sangat tegas disebutkan bahwa "Semuanya (datang) dari sisi Allah.". Namun mungkin ada yang bertanya, kenapa ayat 79 (“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”.), sepertinya bertentangan dengan ayat 78.
Ayat 78 berbicara tentang kebenarannya bahwa "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Sebagaimana dalil-dalil lain menguatkannya. Adapun ayat 79 bimbingan tentang etika, jangan selalu menghubung-hubungkan keburukan kepada Allah, sedangkan kebaikan selalu dihubungkan kepada diri sendiri. Seperti terkadang ada orang yang berkata ketika dia sakit, “Saya sedang diberi musibah oleh Allah, ini adalah taqdir-Nya”, tetapi ketika mendapatkan kesuksesan dia berkata, : “Nah… beginilah hasilnya kalau kita mau bekerja keras”. Semuanya datang dari Allah, tetapi contoh kata-kata orang tadi adalah terbalik, seharusnya dia menghubungkan kebaikan yang diterimanya kepada Allah dan musibah yang diterimanya kepada dirinya.
Menunjukkan kepada pemahaman ini adalah akhir ayat 78, .”Maka mengapa orang-orang (munafik) itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”. Maka berbicara itu harus beretika, apalagi berhubungan dengan Allah.
----------
Ketahuilah bahwa sesuatu yang dinilai baik oleh kita belum tentu sebenarnya baik menurut Allah. Begitupun sebaliknya, sesuatu yang dirasakan tidak enak, bisa jadi adalah baik bagi kita menurut Allah. Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi, ia hanya menduga-duga.
“Bisa saja kalian membenci susuatu padahal hal itu baik bagi kalian. Dan bisa saja kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.”
(Al Baqoroh – 216)

Maka perlu adanya sabar, mampu menahan diri dari segala hal yang dirasakan tidak enak, tawakkal : menyerahkan segala urusan kepada Allah, husnudz dzann : berbaik sangka kepada Allah, ridla : merasa senang dengan apa yang diberikan-Nya, kemudian syukur : berterima kasih atas segala yang diberikan-Nya.

Wallahu a'alam

Jumat, Maret 06, 2009

MAKNA TAUHID

معني التوحيد
Makna tauhid secara bahasa adalah :
إِفْرَادُ الشَّيْءِ عَنْ غَيْرِه
Artinya menyendirikan, mengasingkan atau memisahkan sesuatu dari yang lainnyaِ.
Sedangkan makna tauhid menurut syara’ adalah :
إِفْرَادُ اللهِ تَعَالى بِالْعِبَادَةِ
Artinya mengesakan Allah swt dalam ibadah.

Tauhid terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Tauhid Rububiyyah توحيد الربوبية
2. Tauhid Uluhiyyah توحيد الألوهية
3. Tauhid Asma wa Sifaat ( توحيد الأسماء والصفات )



dari I'anah al Mustafiid,
Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan

Tauhid Rububiyyah

Tauhid rububiyyah adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, pemberian rizki, menghidupkan, mematikan dan pengaturan seluruh makhluk. Dengan tauhid rububiyyah ini, berarti tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang memberi rizki, tidak ada yang menghidupkan, tidak ada yang mematikan, tidak ada yang memberikan kebaikan ataupun keburukan kecuali Allah swt.

Tauhid rububiyyah ini mengesakan Allah dalam hal pekerjaan-Nya (af’al). Berarti tidak ada sesuatu atau seseorang pun yang menyertai Allah dalam penciptaan, pemberian rizki, menghidupkan dan mematikan.
أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَإِلهٌ مَعَ اللهِ قُلْ هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ [النمل ٦٤

“Atau siapakah yang memulai penciptaan (manusia), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah ada tuhan (yang lain) bersama Allah?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".
(An Naml : 64)

Untuk tauhid rububiyyah ini, banyak orang yang mengakuinya padahal mereka bukanlah seorang muslim sebagaimana dijelaskan Allah di dalam banyak ayat di dalam Al Quran. Di antaranya :
وَ لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ الله ُقُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ الله ُبِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِيْ بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ الله ُعَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُوْنَ [الزمر ٣٨

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?”. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”.
(Az Zumar : 38)

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ الله ُفَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُوْنَ [يونس ٣١

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” “.
(Yunus : 31)

Masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik mengakui Allah sebagai pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan yang mematikan. Padahal meskipun mereka mengakui hal ini mereka bukanlah muslim. Hal ini terjadi karena mereka memiliki tauhid rububiyyah tetapi tidak memiliki tauhid uluhiyyah.

Tidak ada orang yang mengingkari tauhid rububiyyah ini kecuali orang-orang yang bersikap keterlaluan, orang itu mengingkari Allah secara lahiriyah, tetapi di dalam lubuk hatinya dia meyakini-Nya. Di antara orang yang seperti ini adalah Fir’aun. Sekalipun dia menentang adanya Tuhan dengan perkataannya : “Akulah tuhan yang maha tinggi” (An Nazi’at : 24), tetapi di dalam lubuk hatinya dia mengakui bahwa dirinya bukanlah tuhan, dia mengakui bahwa dirinya bukan pencipta dan bukan pemberi rizki. Di dalam hatinya dia mengakui bahwa Allah adalah yang menciptakan dan memberikan rizki. Demikian pula orang-orang atheis di zaman ini, penentangan mereka kepada Tuhan itu hanyalah bersifat lahiriyah. Karena setiap orang yang berakal mengetahui bahwa alam ini tidak akan ada tanpa adanya Pencipta, Pengatur dan Yang mengadakan. Setiap orang berakal mengenal tauhid rububiyyah ini.

Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Sehingga tidak ada yang disembah selain Allah swt. Seseorang tidak shalat, tidak berdoa, tidak berkurban, tidak melakukan nadzar, tidak beribadah haji, tidak ber’umrah, tidak menunaikan zakat, tidak bersahadaqah dan tidak melakukan semua ibadah yang lainnya, kecuali hanya karena Allah.

Di dalam hal inilah pertentangan yang terjadi antara para rasul dengan umat-umatnya. Umat-umat terdahulu telah mengakui bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan, yang mematikan dan yang mengatur segala hal. Tetapi mereka tidak mengesakan Allah dalam hal ibadah.

Tauhid Uluhiyyah hanya diakui oleh orang-orang yang beriman yakni orang-orang yang mengikuti ajaran para rasul. Adapun orang-orang kafir, mereka mengingkari tauhid uluhiyyah. Dengan pengertian bahwa mereka tidak mengesakan Allah dalam ibadah sekalipun mereka mengakui tauhid rububiyyah.

Dengan demikian, ketika Nabi saw mengajak orang-orang musyrik untuk membaca
Laa Ilaaha illallah , tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah), mereka menolaknya, sebagaimana firman Allah :
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلهًا وَاحِدًا إِنَّ هذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ . وَانْطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوْا وَاصْبِرُوْا عَلي آلِهَتِكُمْ إِنَّ هذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ . مَا سَمِعْنَا بِهذَا فِيْ الْمِلَّةِ الْآخِرَةِ إِنْ هذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ . أَأُنْزِلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ مِنْ بَيْنِنَا بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِنْ ذِكْرِيْ بَلْ لَمَّا يَذُوْقُوْا عَذَابِ . أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّك العزيز الوهاب
[٥٩ ص ]
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”.
“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya Ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki”.
“Kami tidak pernah mendengar hal Ini dalam agama yang terakhir. Ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan”
“ “Mengapa Al Quran itu diturunkan kepadanya di antara kita?" Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al Quran-Ku, dan Sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku”.
“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu yang Maha Perkasa lagi Maha pemberi ? “.

(Shaad : 5-9)

Orang-orang musyrik itu menolak untuk mengucapkan kalimah Laa Ilaah illallah, mereka mengenal tauhid rububiyyah tetapi menolak tauhid uluhiyyah. Mereka mengatakan bahwa perantara-perantara mereka itu akan menolong mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah :
أَلَا ِللهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ ، وَالَّذِيْنَ ا تَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَا إِلَي اللهِ زُلْفًي [الزمر : ٣]
“Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” “.
(Az Zumar : 3)

Orang-orang musyrik tidak mau meninggalkan tuhan-tuhan mereka, sebagaimana dijelaskan di dalam Al Quran tentang perkataan kaum nabi Nuh a.s. :
وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًا [نوح :٢٣]
“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr *)".
(Nuh : 23)
*) Wadd, suwwa', yaghuts, ya'uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.

Kesimpulannya, tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah dalam beribadah dan tidak melakukan penyembahan kepada selain Allah. Inilah ajaran yang dibawa oleh para Rasul dan terdapat di dalam kitab-kitab suci, sebagaimana firman Allah swt :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلًا أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَاجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ [النحل :٣٦]

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut*) ”.
(An Nahl : 36)
*) Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.

Orang-orang musyrik menentang tauhid uluhiyyah, mereka adalah penduduk bumi terbesar dari dulu sampai sekarang. Mereka menolak untuk meninggalkan tuhan-tuhan mereka dan menolak untuk mengesakan Allah dalam ibadah dan memurnikan agama hanya kepada Allah. Mereka menduga bahwa perantara-perantara mereka bisa menolong mereka di sisi Allah dan akan mendekatkan mereka kepada Allah :
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ وَكَانُوْا مُسْتَبْصِرِيْنَ [العنكبوت :٣٨]
“Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam”.
(Al Ankabut : 38)

Tauhid Asmaa wa Shifaat

Pengertian tauhid asmaa wa shifaat ( توحيد الأسمآء والصفات )adalah kita menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah saw. tanpa adanya pembelokkan makna (tahrif), pengingkaran (ta’thiil), penggambaran (takyiif) dan peyerupaan(tamtsiil) sesuai dengan firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ [الشوري ١١]
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”.
(Asy Syuuraa : 11)

Maka kita menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah swt. sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah saw. seperti sifat ‘ilmu (mengetahui), Rahm (mengasihi), Sama’ (mendengar), Bashar (melihat) dan lain-lain. Begitupun sifat-sifat dzat-Nya, seperti wajah dan tangan.

Kita tidak perlu terlalu memperdalam pembahasan nama-nama dan sifat-sifat Allah dengan menggunakan akal, pendapat dan pemikiran kita. Tetapi kita mengatakan bahwa Allah swt memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan keagungan-Nya. Memang pada diri makhluk terdapat nama-nama dan sifat-sifat, tetapi kesamaan nama dan pengertiannya tidak berarti merupakan kesamaan hakikatnya. Tidak ada yang mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah selain Allah swt. Maka janganlah menyerupakan-Nya dengan makhluk, karena Yang Menciptakan (Al Khaliq) tidak sama dengan yang diciptakan (makhluk).

Menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah swt. tidaklah berarti menyerupakan-Nya dengan makhluk seperti yang dikhawatirkan oleh orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah (mu’aththilah) dan orang-orang yang biasa men-takwil (menafsirkan) nama-nama dan sifat-sifat Allah. Karena sesungguhnya sangatlah jelas perbedaan antara makhluk (yang diciptakan) dengan khaliq (Yang Menciptakan).
Sebagai contoh, diri setiap makhluk memiliki perbedaan-perbedaan. Seperti gajah tidaklah sama dengan kucing dan tidak sama pula dengan lalat sekalipun di antara mereka terdapat kesamaan di dalam beberapa sifat. Baik gajah, kucing maupun lalat, semuanya memiliki sifat mendengar dan melihat. Tetapi kesamaan sifat di antara mereka ini tidak berarti mereka sama. Gajah, kucing dengan lalat, meskipun mereka memiliki kesamaan dalam beberapa sebutan dari sifat-sifat mereka, tetapi hakikat dan maknanya tetap berbeda.
Apabila perbedaan ini terjadi di antara para makhluk maka apalagi antara khaliq (Yang Menciptakan) dengan makhluk (yang diciptakan).

Kita semua membedakan nama-nama dan sifat-sifat Allah swt. yang telah ditetapkan oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya saw. dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk. Terhadap nama-nama dan sifat-sifat itu, kita tidak melakukan pengingkaran (ta’thiil), pembelokkan makna (tahriif), penggambaran (takyiif) ataupun penyerupaan (tamtsiil).

Firman Allah pada surat As Syuraa ayat 11 yang dituliskan di atas (“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat”.), menegaskan tidak adanya keserupaan antara Allah dengan seluruh makhluk, tetapi bersamaan dengan itu Allah swt. menetapkan sifat mendengar (sama’) dan melihat (bashar) pada dzat-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mendengar, melihat dan sifat-sifat Allah swt lainnya itu tidak bisa diserupakan dengan sifat mendengar dan melihatnya para makhluk. Allah swt. berfirman :
فَلَا تَضْرِبُوْا ِللهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ الله َيَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ [النحل ٧٤]
Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”.
(An Nahl : 74)

Senin, Februari 16, 2009

KEWAJIBAN MENGANGKAT PEMIMPIN


Harus diketahui, bahwa urusan pemerintahan adalah termasuk bagian dari kewajiban di dalam agama yang sangat penting. Karena urusan agama dan urusan dunia tidak akan berdiri dengan baik kecuali dengan pemerintahan. Hal ini dikarenakan manusia itu hanya akan bisa memenuhi kebutuhannya dengan cara hidup berkelompok dan saling membantu. Dan ketika manusia itu hidup saling berkelompok, maka mereka membutuhkan kepemimpinan. Nabi saw bersabda :
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَهُمْ [أخرجه أبو داود بإسناد صحيح]
“Apabila tiga orang pergi melakukan suatu perjalanan, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi pemimpin”.
(Hadits dikeluarkan Abu Dawud dengan isnad shahih)

Hadits di atas menjelaskan kewajiban mengangkat seorang pemimpin ketika berada di dalam sebuah kelompok kecil di perjalanan. Dan begitupun untuk kelompok yang lainnya.

Di samping itu, Allah swt telah mewajibkan amar ma’ruf nahyi munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang kemunkaran, sebagaimana firman-Nya pada surat Ali Imran ayat 104, -pen.). Sedangkan hal ini tidak bisa sempurna kecuali dengan kekuatan dan pemerintahan. Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ اللهَ يَرْضَي لَكُمْ ثَلَاثًا : أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا ، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِاللهِ جَمِيْعًا وَلَا تَفَرَّقُوْا ، وَأَنْ تُنَاصِحُوْا مَنْ وَلَّاهُ اللهُ أَمْرَكُمْ [رواه مسلم]
“Sesungguhnya Allah menyenangi tiga hal dari kalian: yaitu kalian menyembahnya sambil tidak menyekutukannya, kalian berpegang teguh kepada Allah seluruhnya sambil tidak bercerai berai dan kalian saling menasihati kepada orang yang telah diangkat oleh Allah untuk mengurusi urusan kalian”.
(Hadits diriwayatkan Imam Muslim)


Maka wajib mengangkat pemerintahan karena alasan agama dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Dan kebanyakan manusia mengalami kehancuran di dalam urusan pemerintahan ini, karena mereka hanya menggunakan pemerintahan untuk keperluan mencari kedudukan dan harta saja. Ka’ab bin Malik meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa belaiau bersabda :
مَاذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ زَرِيْبَةِ غَنَمٍ بَأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَي الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ [أخرجه أحمد والترمذي، قال الترمذي : حسن صحيح]
“Kehancuran yang diakibatkan oleh dua ekor serigala yang dimasukkan ke kandang kambing tidak lebih besar dibandingkan kehancuran terhadap agama yang diakibatkan oleh kerakusan seseorang kepada harta dan kemuliaan”.
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan At Tirmidzi)


Pada hadits tersebut, Rasulullah saw mengabarkan bahwa kerakusan seseorang terhadap harta dan kedudukan akan mengakibatkan kehancuran agama seumpama atau bahkan lebih dibandingkan dua ekor srigala yang lapar yang mengakibatkan kehancuran ketika dimasukkan ke kandang kambing.

Orang yang menjadi pemimpin hanya karena menginginkan kedudukan, maka ia seperti Fir’aun. Sedangkan orang yang menjadi pemimpin hanya karena mencari harta, maka ia seperti Qarun. Allah swt. berfirman :
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِيْ نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ [القصص ٤ ]
“Sesungguhnya Fir'aun Telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”.
(Al Qashash : 4)

(Tentang Qarun, lihat surat Al Qashash 76-82 dan Al ‘Ankabuut 39 -- pen.)

Apabila tujuan dari kepemimpinan dan harta adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan menggunakannya di jalan Allah, maka hal itu akan menjadikan kebaikan urusan agama dan dunia. Tetapi apabila seorang pemimpin terasing dari agama atau agama terasing dari pemimpin maka akan hancurlah keadaan manusia.

Maka wajib bagi setiap muslim untuk berusaha keras sesuai kemampuannya dalam hal ini. Barangsiapa yang mengurusi kekuasaan dengan dengan tujuan menjalankan keta’atan kepada Allah, menegakkan agama sesuai kemampuannya dan membuat kebaikan kondisi kaum muslimin, maka dia tidak akan dituntut atas sesuatu hal yang di luar kemampuannya. Begitupun orang yang tak mampu menegakkan agama, kekuasaan dan jihad namun ia mengerjakan hal yang sesuai kemampuannya berupa nasihat, du’a bagi kebaikan umat, mencintai kabaikan dan mengerjakan apa yang dia mampu, maka ia tidak diberi beban yang berada di luar kemampuannya.

Wallahu a‘alam

Diterjemahkan dari :
Al Mansyuuraat, K.H. Syihabuddin Muhsin (rahimahullah)
Pesantren Sukahideng Singaparna Tasikmalaya



Ingin dikirim tulisan baru? masukkan address email :

Delivered by FeedBurner



Jumat, Februari 13, 2009

MENGENANG 200 TAHUN ROBERT DARWIN

Kompass, Rabu 11 Februari 2009

"Darwin melengkapi Revolusi Copernicus dengan memperkenalkan pemahaman alam sebagai sistem materi yang bergerak mengikuti kaidah hukum yang bisa dijelaskan oleh nalar manusia tanpa berpaling ke lembaga supernatural." (Francisco J Ayala, pakar biologi evolusioner University of California, Irvine, 2007)


Esok, Kamis, 12 Februari 2009, dunia memperingati 200 tahun Charles Robert Darwin. Sejak akhir tahun lalu, pelbagai penerbitan ilmiah menurunkan laporan mengenai ilmuwan Inggris yang telah mengubah cara pandang manusia tentang jagat natural ini. Berbagai universitas dan badan penelitian juga menyelenggarakan seminar dan pameran untuk menghormati tokoh besar ini.

Peletak dasar teori evolusi ini lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, dari satu keluarga kaya tahun 1809. Kakek dari ayahnya, Erasmus Darwin, adalah salah seorang intelektual terkemuka Inggris pada abad ke-18. Semula Darwin ingin belajar kedokteran dan masuk ke Universitas Edinburgh, tapi kemudian minatnya beralih ke teologi dan belajar di Cambridge.

Sosok dan pandangannya pun berubah setelah ia mengikuti ekspedisi ilmiah selama 5 tahun dengan kapal HMS Beagle yang meninggalkan Inggris tahun 1831. Saat itu, sebagian besar orang Eropa masih berpikiran bahwa dunia diciptakan Tuhan dalam tujuh hari.

Sebagaimana dikutip dalam Historic Figures BBC, dalam perjalanan Darwin membaca buku Prinsip-prinsip Geologi karya Charles Lyell yang menyarankan bahwa fosil yang ditemukan di bebatuan sebenarnya adalah binatang yang hidup ribuan, bahkan jutaan, tahun silam. Argumen Lyell ini tertanam, bahkan diperkuat, dalam pikiran Darwin melalui berbagai kehidupan satwa dan fitur geologi yang ia lihat sepanjang perjalanan.

Darwin mendapatkan pencerahan besar setelah mengunjungi Kepulauan Galapagos, sekitar 800 kilometer sebelah barat Amerika Selatan. Di sana, antara lain, ia mengamati bahwa setiap pulau mendukung berkembangnya burung finch (sejenis kutilang) yang khas untuk pulau itu. Burung-burung dari berbagai pulau di sana tampak mirip, tapi juga berbeda dalam banyak hal.

Teori evolusi
Sekembali ke Inggris tahun 1836, Darwin berusaha memecahkan teka-teki atas apa yang ia amati, juga yang menyangkut pertanyaan bagaimana spesies berevolusi. Dengan berbekal pemikiran Malthus, Darwin mengusulkan teori evolusi yang terjadi dengan proses seleksi alam. Hewan–atau tumbuhan–yang paling bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya paling besar peluangnya untuk bertahan hidup dan bereproduksi, sambil meneruskan karakteristik yang membantunya bertahan ke keturunannya.

Darwin mengerjakan teorinya itu selama 20 tahun. Di tengah jalan ia mendapat informasi bahwa naturalis Inggris lainnya, Alfred Russel Wallace, juga sampai pada ide yang sama. Kedua ilmuwan Inggris itu pun lalu menggelar pengumuman bersama mengenai penemuan mereka pada tahun 1858. Darwin sendiri, pada tahun 1859, menerbitkan mahakaryanya yang sangat masyhur, On the Origin of Species by Means of Natural Selection (Tentang Asal-usul Spesies Melalui Seleksi Alam).

Dari studinya, Darwin menyimpulkan bahwa
1) evolusi terjadi di alam;
2) perubahan evolusioner terjadi secara perlahan-lahan (gradual) dalam tempo ribuan sampai jutaan tahun;
3) mekanisme utama dalam terjadinya evolusi adalah satu proses yang disebut seleksi alam; dan
4) jutaan spesies yang hidup dewasa ini berasal dari satu bentuk kehidupan asli tunggal melalui proses pencabangan yang dikenal dengan nama spesiasi (speciation) (Lucidcafe Library).

Buku itu di satu sisi demikian masyhur, tapi pada sisi lain juga menjadi sangat kontroversial. Ini karena kelanjutan logis Teori Darwin adalah bahwa manusia (Homo sapiens) hanyalah wujud lain hewan. Melalui teori itu lalu jadi tidak mustahil bahwa manusia telah mengalami evolusi–mungkin dari kera–dan dengan itu menghancurkan keyakinan yang diajarkan agama tentang asal-usul penciptaan. Darwin diserang dengan dahsyat.

Namun, apa yang dicetuskan Darwin tak lama kemudian juga mendapat banyak dukungan dan malah kemudian menjadi ortodoksi baru.
Darwin wafat tanggal 19 April 1882 dan dimakamkan di Westminster Abbey, London, bersama dengan ilmuwan Inggris terkemuka lain, seperti Sir Isaac Newton.

Perkembangan mutakhir
Seiring dengan peringatan dua abad Darwin, diakui bahwa teori evolusi sendiri sudah bertahan selama 150 tahun di tengah berbagai kritik dan kecaman. Pada sisi lain, wacana tentang evolusi sendiri kini telah jauh melebar dan berubah seiring dengan makin luasnya campur tangan ilmu genetika. Adapun ilmu biologi evolusi sendiri hingga kini masih harus bergulat menjawab pertanyaan yang dulu juga sudah menyibukkan Darwin: Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan spesies?

Kini, para ahli biologi juga sedang mencari hasil eksperimen yang bisa menjelaskan bagaimana seleksi alam berlangsung pada level molekuler–dan bagaimana hal itu memengaruhi perkembangan spesies-spesies baru (Scientific American, 12/2008).
Pada sisi lain, biolog evolusioner seperti Peter Grant dan Rosemary Grant dari Universitas Princeton yang mempelajari 20.000 burung kutilang di Galapagos menemukan bahwa sekali waktu, evolusi juga bisa berlangsung bak letupan, dengan jangka waktu beberapa tahun saja, tidak ribuan atau jutaan tahun. Ini bertentangan dengan pemahaman Darwin mengenai evolusi yang berlangsung secara lambat. Pasangan Grant yang beruntung bisa menyaksikan evolusi ”in action” juga berhasil menuturkan secara runut waktu (chronicle) apa yang diduga merupakan spesies baru yang sedang dalam proses muncul, seperti yang tampak dari pengamatan katak Eleutherodactylus dari Amerika Tengah dan Selatan serta Karibia.

Diakui bahwa pemikiran awal mengenai evolusi–bahkan ide bahwa hanya yang paling tangguh yang akan bertahan–sudah ada sejak zaman kuno, lebih awal dari Socrates. Spekulasi mengenai bagaimana kehidupan berevolusi juga bermunculan pada abad ke-18. Namun, apa yang dicetuskan Darwin-lah yang bisa bertahan dari ujian ilmiah pada abad ke-19 dan sesudahnya.

Kini, penyelidik modern yang dilengkapi dengan kamera canggih, komputer, dan alat pemeriksa DNA menghasilkan temuan yang tetap mendukung karya Darwin. Karya Darwin dipandang tetap memiliki relevansi dengan sains dasar dan tujuan praktis –mulai dari bioteknologi hingga ilmu forensik– dan karena itu pula hari lahir Sang Naturalis besar ini, yang bertepatan dengan 150 tahun kelahiran karya agungnya, lalu dirayakan di seluruh dunia.

Teori Darwin dewasa ini menjadi satu pilar dasar sains modern, berjajar di samping relativitas dan mekanika kuantum. Seperti halnya Copernicus yang menggeser Bumi dari pusat semesta, semesta Darwin menggeser manusia sebagai episenter jagat alam. Seleksi alam bertanggung jawab atas lahirnya apa yang disebut Ayala ”desain tanpa desainer”, istilah yang mematahkan upaya keras yang kini masih dilakukan oleh sejumlah teolog untuk menjatuhkan teori evolusi.

Ninok Leksono


Ingin dikirim tulisan baru? masukkan address email :

Delivered by FeedBurner




Selasa, Februari 03, 2009

Membandingkan Karakter Umat Islam dan Bangsa Yahudi, Dulu dan Sekarang

Inilah sebagian dari karakter umat Islam dibandingkan dengan bangsa Yahudi di masa Rasulullah saw, para sahabat dan beberapa ratus tahun sesudahnya. Mungkin bisa menjadi bahan introspeksi, apakah kita, umat Islam saat ini memiliki karakter seperti umat Islam atau lebih mirip dengan karakter bangsa Yahudi pada saat itu?.


1. Umat Islam saling menyayangi dengan sesama mereka dan sangat keras terhadap orang-orang kafir :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama mereka….”. (Al Fath : 29)

Sedangkan sikap bangsa Yahudi adalah sebaliknya :
“Mereka tidak akan memerangi kalian dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangatlah hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah. (Al Hasyr : 14)

2. Umat Islam semakin banyak, semakin kuat dan ditakuti umat yang lain
“…. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat. Dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menguatkan tanaman itu, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)”. (Al Fath : 29)

Adapun keadaan bangsa Yahudi adalah sebaliknya :
Mereka sekali-kali tidak akan dapat membahayakan kalian, selain dari gangguan berupa celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kalian, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang. Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”.
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia (yakni perlindungan dari umat Islam). Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan diliputi kerendahan”.
(Ali Imran : 111-112)

Di antara bangsa Yahudi yang berada di Madinah merupakan sekelompok minoritas yang dikategorikan kafir dzimmy, yakni kafir yang dilindungi umat Islam karena mereka tidak mengganggu umat Islam dan tunduk kepada peraturan yang berlaku di lingkungan umat Islam.

3. Tidak terlalu mencintai dunia dan tidak takut mati :
“Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian menghadapinya. (Sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan menyaksikannya”. (Ali Imran : 143)

Beberapa abad lamanya umat Islam mengalami masa kejayaan. Dan pada masa itulah mereka menguasai ilmu pengetahuan dan berbagai kemajuan. Umat Islam dan para ulamanya tidak terlalu mencintai dunia seperti harta, pujian, popularitas dan hal-hal dunia lainnya. Di antara contoh kutipan perkataan orang berilmu pada masa itu, yakni Imam As Syafi’ie :
“Aku menginginkan agar orang-orang belajar dari ilmuku ini dan mereka tidak menghubungkannya sedikitpun kepadaku. Sehingga aku akan diberi pahala oleh Allah dan mereka tidak perlu memujiku”. (Fiqh al ‘Ibadaat ‘ala Madzhab As Syafi’ie)

Sedangkan sikap bangsa Yahudi adalah sebaliknya :
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling rakus kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih rakus lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (Al Baqarah : 96)

4. Umat Islam menta’ati Rasulullah saw dan para ulama dalam rangka ketaatan mereka kepada Allah. Umat Islam berkeyakinan bahwa jangankan para ulama, para nabi sekalipun tidak layak untuk disembah atau disejajarkan dengan Allah dan hanyalah Allah yang menjadi tujuan hidup mereka.
“Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". (Ali Imran : 80)

Ulama bangsa Yahudi memalingkan tujuan hidup para pengikutnya dari menuju Allah menjadi menuju ulama mereka.
“Mereka menjadikan ahbar (orang-orang alim bangsa Yahudi) dan ruhban (orang-orang alim umat Nasrani) sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At Taubah : 31)

Sangat sulit memikirkan dari mana kita, umat Islam harus memulai kembali. Mungkin dalam skala kecil, mulailah dari diri kita sendiri beserta keluarga.

Baca juga Sejarah Yerusalem

Ingin dikirim tulisan baru? masukkan address email :

Delivered by FeedBurner



Sejarah Yerusalem

Yerusalem (bahasa Ibrani: ירושלים Yerushalayim, bahasa Arab: أورشليم القدس Urshalim-Al-Quds atau hanya القدس Al-Quds saja) adalah kota di Timur Tengah yang merupakan kota suci bagi agama Islam, Kristen dan Yahudi. Kota ini diklaim sebagai ibukota Israel, meskipun tidak diakui secara internasional, begitupun klaim sebagai bagian dari Palestina. Secara de facto kota ini dikuasai oleh Israel. Para elit Israel menganggap kota suci ini adalah bagian dari negaranya dan itu adalah bentuk ideologi "Zionisme". Dari semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, hanya Kosta Rika dan El Salvador saja yang menempatkan kedutaan mereka di Yerusalem. Lainnya di Tel Aviv, karena menurut PBB, Yerusalem akan dijadikan Kota Internasional. Oleh orang-orang Palestina, Yerusalem juga dianggap sebagai ibu kota Palestina. Kota historis Yerusalem adalah sebuah warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1981. Kota ini memiliki penduduk sebanyak 724.000 jiwa dan luas 123 km2. Sepanjang sejarahnya, Yerusalem telah dihancurkan dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan dikuasai/dikuasai ulang 44 kali.


Sejarah Yerusalem dapat dibagi menjadi lima tahap :
- Zaman Kuno
- Zaman Kekaisaran Romawi
- Zaman Islam
- Zaman Mandat Britania
- Zaman Pendudukan Israel


Zaman Kuno

Yerusalem mulai menjadi tumpuan setelah Nabi Daud menguasai Yerusalem dari masyarakat yang bernama Yebusit. Nabi Daud kemudian mulai mengembangkan kota ini dan menjadikannya ibu kota kerajaannya. Yerusalem kemudian diperintah oleh Nabi Sulaiman. Menurut ahli sejarah Yahudi, Nabi Sulaiman telah membangun sebuah kuil yang diberi nama "Baitallah".

Tidak lama kemudian, tentara Babilonia mulai merebut Yerusalem dari orang Yahudi. Nebukadnezar, raja Babylon kemudian menguasai Yerusalem dan memusnahkan Baitallah. Dia kemudian menghalangi orang Yahudi masuk ke Yerusalem. Setelah beberapa dasawarsa, tentara Parsi menguasai Babylon. Cyrus II, raja Parsi memperbolehkan orang Yahudi kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Baitallah mereka. Baitallah Kedua dibangun oleh Herodus Yang Agung namun setelah kematiannya, kota ini jatuh ke tangan Roma.

Pemerintahan Romawi

Semasa pemerintahan Roma, masyarakat Yahudi di Yerusalem memberontak. Akibatnya tentara Roma mematahkan pemberontakan tersebut dan memusnahkan Baitallah Kedua orang Yahudi. Yang tinggal hanyalah sebagian gedung itu yang dikenal sebagai Tembok Barat.
Setelah pemberontakan tersebut, orang Yahudi diperbolehkan tinggal di situ tetapi dalam jumlah yang kecil. Pada kurun kedua, Kaisar Roma memerintahkan supaya Yerusalem dibangun kembali dan membangun sebuah kuil orang Roma di situ sambil menghalangi kegiatan keagamaan orang Yahudi. Orang Yahudi kembali memberontak tetapi dapat dipatahkan tentara Roma. Yerusalem dinamakan kembali menjadi Aelia Capitolina.
Orang Yahudi dilarang memasuki Yerusalem. Selama 150 tahun setelahnya, kota ini menjadi tidak penting bagi Kekaisaran Romawi. Namun demikian, Kaisar Bizantium yaitu Constantine menjadikan Yerusalem sebagai pusat keagamaan Kristen dengan membangun Church of the Holy Sepulcher (?) pada tahun 335 M. Orang Yahudi tetap tidak dibenarkan memasuki Yerusalem kecuali semasa pemerintahan singkat Kekaisaran Parsi pada tahun 614M hingga tahun 629M.

Pemerintahan Islam

Walaupun Al Quran tidak menyebut mengenai nama "Yerusalem" atau "Baitulmuqaddis", tetapi ada hadis yang menyebut mengenainya. Menurut hadis sahih, adalah di Yerusalem Nabi Muhammad s.a.w. naik ke surga semasa peristiwa Isra' Mi'raj. Kota itu kemudian dikuasai oleh angkatan tentara Islam pada tahun 638M. Umar bin Khattab secara pribadi pergi ke Yerusalem untuk menerima penyerahan Yerusalem kepada kerajaan Islam. Beliau kemudian ditawarkan bersembahyang di dalam Church of the Holy Sepulcher tetapi menolaknya dan sebaliknya meminta supaya dibawa ke Masjidil Aqsa Al Haram Al Sharif. Ia mendapati tempat itu terlalu kotor dan mengarahkan supaya pembersihan dijalankan. Ia kemudian membangun sebuah masjid kayu di tempat yang sekarang merupakan kompleks bangunan Masjid Al Aqsa.

Enam tahun kemudian, Qubbat As-Sakhrah dibangun. Struktur ini terdiri dari sebuah batu yang dikatakan tempat Nabi Muhammad s.a.w. berdiri sebelum naik ke surga semasa peristiwa Isra' Mi'raj. Perlu diingatkan bahwa kubah yang berlapis emas dan berbentuk oktagon ini tidak sama seperti Masjid Al Aqsa di sebelahnya yang dibangun tidak lama kemudian. Semasa pemerintahan awal Islam, terutama semasa pemerintahan kerajaan Ummaiyyah (650-750) dan kerajaan Abbasiyyah (750-969), kota Yerusalem berkembang. Banyak orang berpendapat bahwa Yerusalem pada ketika itu merupakan tanah yang paling subur di Palestina. Pemerintahan awal Islam juga mewujudkan sebuah toleransi di antara kaum.

Namun semasa pemerintahan Al-Hakim Amr Allah, seorang khalifah kerajaan Fatimiyyah, beliau mengarahkan supaya semua gereja dan rumah ibadah bukan Islam dimusnahkan. Hal ini menyebabkan berlakunya Perang Salib. Pada tahun 1099, tentara Kristen Eropa menguasai Yerusalem. Mereka kemudian membunuh semua penduduk kota yakni Muslim, Yahudi dan bahkan juga Kristen. Hal ini karena ketidaktahuan mereka, orang Kristen yang tinggal di sana wujudnya berbeda dengan orang Kristen Eropa. Yerusalem kemudian dijadikan ibu kota Kerajaan Kristen Yerusalem (Kingdom of Jerusalem).

Yerusalem kemudian dikuasai oleh Salahuddin Al Ayubi pada tahun 1187. Salahuddin juga memperbolehkan semua orang beribadah di Yerusalem tanpa memandang apakah Kristen, Muslim atau Yahudi.
Pada tahun 1243, Yerusalem jatuh kembali ke tangan tentara Kristen dan kemudian jatuh kembali ke tangan orang Islam pada tahun berikutnya.
Pada tahun 1517, Yerusalem dikuasai oleh Kerajaan Turki Utsmaniyyah. Sulaiman Al Qanuni membina kembali tembok Yerusalem yang dapat kita lihat hingga hari ini.

Mandat Britania

Britania berhasil menaklukkan kerajaan Turki Uthmaniyyah saat Perang Dunia I. Dengan kemenangan mereka itu, tentara Britania di Mesir memasuki Yerusalem pada 11 Desember 1917. Pihak Britania kemudian membangun rumah-rumah baru di sini dan menyebabkan Yerusalem berkembang hingga keluar dari temboknya.

Pada 29 November 1947, PBB (UNGA) mengeluarkan suatu petisi untuk memisahkan pemerintahan Mandat Britania di Palestina kepada dua buah wilayah: satu untuk orang Yahudi dan satu untuk orang Arab. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan di Yerusalem yang kemudian menyebabkan Perang Arab-Israel 1948 yang terjadi pemerintahan Mandat Britania berakhir.

Yerusalem dan konflik Arab-Israel

Semasa Perang Arab-Israel 1948, Yerusalem terbagi menjadi dua wilayah. Bagian barat yang meliputi kota baru menjadi sebagian dari Israel, sedangkan bagian timur termasuk kota lama Yerusalem menjadi milik Yordania.

PBB memutuskan supaya Yerusalem berada di bawah pemerintahan internasional. Walau bagaimanapun, pada 23 Januari 1950, Parlemen Israel mensahkan satu resolusi untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Yerusalem Timur kemudian ditawan oleh tentara Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Walaupun Israel membenarkan penganut agama di Yerusalem akses ke tempat suci mereka, terdapat banyak kerisauan mengenai beberapa serangan ke Masjid Al-Aqsa seperti kebakaran pada tahun 1969 yang disebabkan oleh seorang turis Australia. Status Yerusalem Timur tetap menjadi satu isu yang kontroversi.

Status Yerusalem kini

Menurut satu petisi PBB, Baitulmuqaddis sepatutnya menjadi sebuah kota internasional dan bukan sebagian dari negeri orang Arab ataupun negeri orang Yahudi. Setelah Perang Arab-Israel 1948, Yerusalem Barat diduduki oleh Israel sedangkan Yerusalem Timur menjadi milik Yordania.

Pada tahun 1967, semasa Perang Enam Hari, Israel menguasai Yerusalem Timur dan mulai mengambil langkah untuk menyatukan Yerusalem di bawah kekuasaan Israel. Pada tahun 1988 Yordania menarik balik semua tuntutannya atas Tepi Barat (termasuk Yerusalem) guna mendukung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Kedudukan Yerusalem hingga kini masih dipertanyakan.

Yerusalem dan Islam

Bagi kaum Muslim, Yerusalem merupakan tempat ketiga paling suci dalam Islam. Apabila kembali ke sejarah Yerusalem, kita dapat melihat bahwa kota ini mengalami kesengsaraan sebelum kedatangan Islam. Di saat Islam menguasai kota ini barulah mencapai ketenangan dan keamanan. Banyak pedagang-pedagang Arab berdagang di sini termasuk dari Makkah dan Madinah. Kota ini juga menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum akhirnya beralih ke Makkah. Disaat tentara Salib menguasai kota ini, semua penduduk kota, termasuk yang beragama Kristen dibunuh dengan kejam.
Setelah Salahuddin Al-Ayubbi menguasai kota ini kembali, orang Islam, Kristen, dan Yahudi dapat beribadat tanpa adanya gangguan.

Ingin dikirim tulisan baru? masukkan address email :

Delivered by FeedBurner




Jumat, Oktober 31, 2008

Syarat-syarat membaca Laa Ilaaha Illallah

Wahab bin Munabbih ditanya : “Bukankah Laa ilaaha illallah itu adalah kunci surga?”. Beliau menjawab : “Benar sekali, tetapi tidak ada satu pun kunci kecuali ia memiliki gerigi. Jika engkau mendatangkan sebuah kunci yang memiliki gerigi, maka akan terbukalah untukmu, jika tidak ada gerigi, maka tak akan bisa terbuka”.(Diriwayatkan Imam Al Bukhari)

Yang dimaksud gerigi kunci disini adalah syarat-syarat membaca Laa ilaaha illallah, yang akan disebutkan berikut ini :
1. Ilmu, yakni mengetahui maknanya
Kalimat Laa ilaha illallah terdiri dari dua bagian, yaitu meniadakan dan menetapkan. Yakni meniadakan segala hal yang tidak layak disembah dan menetapkan hanya satu yang wajib disembah, yaitu Allah swt.
فاَعْلَمْ أَنَّه لَآ إِلهَ إِلَّا الله ُ [محمد :١٩
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah”.(Muhammad : 15)
Dari Utsman r.a. Rasulullah saw bersabda :
مَنْ مَاتَ وَ هُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَآ إِلهَ إِلَّا الله ُدَخَلَ الْجَنَّةَ [رواه مسلم
“Barangsiapa yang mati sambil dia mengetahui bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah, maka ia masuk surga”.(Diriwayatkan Imam Muslim)

2. Yakin, yakni tidak ada keraguan terhadap maknanya
Orang yang mengucapkannya memiliki keyakinan secara pasti terhadap makna kalimat yang diucapkannya. Allah swt. berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُِوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَىْ سَبِيْلِ اللهِ ، أُولئِكَ هُمُ الصّدِقُوْنَ [ الحجرات: ١٥
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.(Al Hujuraat : 15)

Rasulullah saw bersabda :
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلاَّّ الله ُوَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ، لاَ يَلْقَى اللهَ بِهَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيْهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
[رواه مسلم

“ “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasulullah”, Seorang hamba tidak mengucapkan dua kalimat tersebut kepada Allah sambil tanpa keraguan kecuali dia akan masuk surga”.(Diriwayatkan Imam Muslim)

Imam Al Qurthubi di dalam Al Mufhim berkata, “Tidaklah cukup hanya mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi harus disertai keyakinan hati. (Fathul Majid : 36)

3. Shidiq, yaitu berkata benar, jujur, tidak berbohong
Makna kalimat ini harus merupakan isi hati yang diungkapkan melalui lisan. Allah swt. berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَاهُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ [البقرة :٨
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”(Al Baqarah : 8)

مَامِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ الله ُوَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلى النَّارِ [متفق عليه
“Seorang hamba tidak mengucapkan “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya”, dengan berkata benar dari hatinya, kecuali Allah haramkan dia dari api neraka”.(Muttafaq ‘alaih)

4. Ikhlas
Yakni memurnikan amal dari segala kotoran syirik (menyekutukan Allah). Allah swt berfirman :
وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ [البينة :٥
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”.(Al Bayyinah : 5)

Di dalam sebuah hadits disebutkan :
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ مَنْ قَالَ لَاإِلهَ اِلاَّ الله ُخَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ [رواه البخارى

“Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku adalah orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah, murni dari hatinya(Diriwayatkan Imam Al Bukhari)

5. Mahabbah, mencintai pengucapan kalimat ini, mencintai segala konsekuensi dari pengucapannya, mencintai orang-orang yang senantiasa mengucapkannya sambil memenuhi syaratnya dan membenci orang yang menentangnya.
Allah swt berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ، وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَشَدُّ حُبًّا ِللهِ [البقرة ١٦٥ ]
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.(Al Baqarah : 165)
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ [متفق عليه
“Ada tiga hal yang apabila berada pada diri seseorang maka orang itu akan menemukan manisnya iman, Yaitu orang itu lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lainnya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah dan dia membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu sebagaimana dia membenci jika dia dimasukkan ke api neraka”.(Muttafaq ‘alaih)



Diterjemahkan dari :
“Mansyuraat” K.H. Syihabuddin Muhsin rahimahullah
Ponpes Sukahideng Singaparna Tasikmalaya


Kamis, September 25, 2008

Lapar dan haus kita, tidaklah penting bagi Allah

September 2008

Setelah Ramadhan berakhir, seringkali kita merasa puas karena kita telah mampu menahan lapar, haus dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Memang benar, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa itu membuat puasa kita menjadi sah secara fiqh. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa berarti memenuhi kewajiban puasa dan selamat dari dosa.

Namun jika kita cermati dalil-dalil, kita bisa mengetahui bahwa menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa itu bukanlah tujuan akhir. Sebetulnya ada target yang merupakan pengaruh dari pelaksanaan ibadah puasa ini. Namun target ini malah seringkali kita lupakan. Jika demikian, maka puasa kita hanya menjadi alat untuk menggugurkan kewajiban dan penyelamatan diri dari dosa saja.

Jika kita sedikit merenungkan, kenapa Allah melarang makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Dan kenapa pula ibadah puasa ini sampai diwajibkan kepada umat-umat yang sebelum kita. Maka pasti ada manfaat dari semua ini bagi diri kita. Manfaat itu dengan tegas dijelaskan di dalam ayat tentang perintah puasa yang berbunyi :
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Agar kalian bertaqwa”.
(Al Baqarah : 183)
Dengan meninggalkan hal-hal yang biasanya halal di siang hari pada bulan lain, maka kita diharapkan memiliki kemampuan untuk selanjutnya secara mudah maninggalkan hal-hal yang diharamkan. Deangan merasakan bagaimana menyakitkannya rasa lapar dan haus, maka diharapkan akan munculnya rasa sayang kepada orang-orang miskin. Dan masih banyak manfaat yang lainnya.

Maka ibadah puasa yang baik adalah ibadah puasa yang membuat ketakwaan semakin meningkat. Ibadah puasa yang baik adalah yang berpengaruh dalam membentuk akhlak mulia.

Dari Abu hurairah r.a., Rasulullah saw, bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ [رواه البخاري
“Barangsiapa yang (berpuasa tetapi) tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan batil, maka bagi Allah tidak ada kepentingan bahwa orang itu meninggalkan makanan dan minumannya”.
(H.R. Bukhari)
Jadi jelas, tidak ada kepentingan Allah terhadap makanan dan minuman yang kita tinggalkan selama puasa kita tidak menjadikan kita mampu menahan diri kita dari perkataan dan perbuatan batil.

Jika puasa itu merupakan latihan pembentukan akhlak yang mulia, maka insya Allah akan sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. :
إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِيْنَ
“Jika Ramadhan telah tiba, maka pintu langit dibuka, pintu neraka dikunci dan syetan-syetan dibelenggu”
(H.R. Bukhari)

Hal ini hanya akan terjadi jika puasa kita memiliki pengaruh dalam pembentukan akhlak dan peningkatan ibadah. Jika puasa tidak menhasilkan apa-apa selain rasa lapar dan haus, maka mungkin yang berlaku adalah penjelasan Rasulullah saw pada hadits lain tentang banyaknya orang yang berpuasa tetapi tidak menghasilkan apa-apa kecuali lapar dan haus.

Wallahu a’lam

Selasa, September 23, 2008

Hubungan Puasa dengan Taqarrub

September 2008

Jika di Bulan Ramadhan, seseorang ingin makan dan minum di siang hari tanpa diketahui oleh orang lain, sebetulnya sangatlah gampang. Dia hanya perlu mencari tempat yang aman dari penglihatan orang lain kemudian makan dan minum sepuasnya, maka terpenuhilah keinginan nafsunya.

Tetapi bagi orang yang benar-benar ingin berpuasa, melaksanakan perintah Allah, dia tidak akan melakukan hal tersebut. Di dalam hatinya mungkin dia berkata : “Memang benar aku tidak akan diketahui oleh orang lain bahwa aku tidak berpuasa, tetapi Allah melihatku”.

Inilah hebatnya ibadah puasa. Ibadah puasa bisa membuat seorang hamba merasa hadir dihadapan Allah atau paling tidak dia merasa diperhatikan oleh Allah yang Maha Mengetahui. Inilah makna ihsan, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.

Di dalam surat Al Baqarah ayat 186, ada firman Allah :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ ، أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِيْ ، فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِي وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ [البقرة ١٨٦]
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
(Al Baqarah : 186)

Jadi jelas, dengan puasa seorang hamba dilatih secara langsung untuk merasa dekat atau taqarrub dengan Allah.

Disisi lain, seorang hamba yang merasa dekat dengan Allah itu menyadari pula bahwa tidak ada satu tempat pun yang luput dari perhatian Allah.
وَ ِللهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ، فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ ، إِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ [البقرة ١١٥ ]

“Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat. Maka kemanapun kalian menghadap disitulah wajah Allah”.*)
(Al Baqarah : 115)

*) Disitulah wajah Allah maksudnya adalah kekuasaan Allah meliputi seluruh alam, sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya. Karena ia selalu berhadapan dengan Allah.

Dan seorang hamba yang merasa dekat dengan Allah itupun menyadari pula bahwa tidak ada satu detik pun yang lepas dari perhatian-Nya :
اللهُ لَاإِلهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ، لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَه مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ،
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi… “
(Al Baqarah : 255)

Jadi sekali lagi, dengan puasa seorang hamba akan merasa dekat dengan Allah, kapan pun dan dimana pun dia berada.

Semoga puasa kita membuat kita memilki energi positif seperti ini dalam rangka pembentukan akhlak mulia.

Wallahu a’alam bis shawaab.

Senin, September 01, 2008

Seruan bagi Ahmadiyyah dari Hasan bin Mahmud 'Audah

Seandainya orang-orang Ahmadiyyah mempelajari isi kitab suci mereka yang bernama At Tadzkirah, apalagi ditambah dengan buku-buku sumber ajaran mereka yang lainnya, insya Allah mereka akan meninggalkan Jama'ah Islam Ahmadiyyah ini. Dan ketika kesadaran itu terjadi maka Jamaah Islam Ahmadiyyah akan bubar, baik organisasinya maupun keyakinannya tanpa perlu campur tangan pemerintah ataupun tindakan kekerasan kelompok anti Ahmadiyyah. Berikut ini bisa menjadi bahan dialog dengan mereka agar mereka dengan sukarela meninggalkan Ahmadiyyah karena telah memperoleh hidayah Allah

Pada bagian terakhir bukunya, Hasan bin Mahmud ‘Audah menyeru orang-orang Ahmady untuk mengenal fakta-fakta mengenai Ahmadiyyah dengan meneliti apa yang dikatakan Mirza Ghulam. Dia mengajak untuk membaca buku suci dan terpenting Jamaah Ahmadiyyah yang disebut At Tadzkirah, yakni buku yang berisi kumpulan wahyu dan mimpi yang diakui Mirza Ghulam, buku Ruhani Khazain, yaitu buku kumpulan ungkapan-ungkapan Mirza Ghulam dan juga buku Sirah Al Mahdy, biografi Mirza Ghulam yang disusun oleh Qomarul Anbiyaa, putra Mirza Ghulam.

Tentang At Tadzkirah
Sebagian orang-orang Ahmadiyyah mengatakan bahwa At Tadzkirah itu bukanlah buku suci kumpulan wahyu setelah Al Quran, padahal apa yang tertulis di jilid buku ini menunjukkan hal sebaliknya.
"تذكرة – مجموعة إلهامات حضرة مسيح موعود عليه السلام" “Tadzkirah, Kumpulan ilham-ilham bagi Paduka Al Masih Al Mau’ud ‘alaihi salam’”.

Pada halaman pertama At Tadzkirah, disebutkan dengan sangat jelas :
التذكرة هي الوحي المقدس والرؤيا والكشوف للمسيح الموعود عليه الصلاة والسلام
At Tadzkirah adalah wahyu suci dan mimpi bagi Al Masih Al Mau’ud ‘alaihi shalatu wa salam”.
Ahmadiyyah tidak hanya mengutip wahyu dan mimpi Mirza Ghulam, tetapi seperti ditunjukkan pada halaman pertama At Tadzkirah, pengutipan wahyu disusun berdasarkan waktu diturunkan.

Sebagai contoh, dari halaman 64 At Tadzkira :
Waktu turun : 1883 atau sebelumnya
Ilham pertama dengan bahasa Inggris, Dia berkata:I LOVE YOU
Setelah itu turun ilham kedua : I AM WITH YOU
Setelah itu turun ilham ketiga : I SHALL HELP YOU
Setelah itu turun ilham keempat : I CAN WHAT I WILL DO
Setelah itu turun ilham kelima dengan sangat keras sehingga badan pun bergetar : WE CAN WHAT WE WILL DO

Pada halaman 65 berdasarkan mimpi di tahun 1883 atau sebelumnya dijelaskan : “Di suatu pagi saya bermimpi melihat beberapa kertas yang dicetak dari tukang pos dan pada halaman terakhir tertulis: “I AM BY ISA”.
At Tadzkirah dipenuhi oleh semacam ilham dan mimpi. Terkadang dengan bahasa Arab, bahasa Yahudi, bahasa Inggris, bahasa Parsia, bahasa Punjabi dan terkadang dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Mirza Ghulam sendiri. Adalah penting untuk mengemukakan contoh-contoh lain, sehingga orang-orang Ahmadiyyah yang kebanyakan tidak pernah membaca buku ini seharusnya mengetahui keanehan dan ketidaknormalan yang pernah dicapai Mirza Ghulam.

Sangat Mencintai Uang
Hasan bin Mahmud ‘Audah menyampaikan beberapa bukti bahwa Mirza Ghulam sangat mencintai uang sebagai berikut :
Mirza Ghulam berkata: “Pada tanggal 5 Maret 1905, Aku bermimpi bertemu seorang malaikat dengan bentuk manusia. Dia datang di depanku dan memberiku uang yang banyak. Dia menyimpannya di kamarku. Aku bertanya mengenai namanya. Dia menjawab: “Aku tidak memiliki nama”. Aku berkata: “Engkau pasti punya nama”. Maka dia menjawab : “Namaku Tichee Tichee”, (Khazain, jilid 22, hal. 346).

Kebanyakan dari 50.000 ilham dan mimpi Mirza Ghulam adalah berkaitan dengan penerimaan uang dan hadiah saja, berarti sekitar tujuh ilham dan mimpi setiap hari sejak dia mengaku nabi sampai meninggal dunia. Mirza Ghulam berkata: “Ingatlah, bahwa diantara kebiasaan Allah bersamaku adalah Dia selalu memberitahu aku melalui ilham atau mimpi mengenai kedatangan uang dan hadiah untukku sebelum aku menerimanya. Dan sungguh ilham dan mimpi semacam ini telah terjadi lebih dari 50.000 kali”. (Khazain, jilid 22, hal. 346).

Banyak isi At Tadzkirah yang mengandung keanehan dan tidak bisa dimengerti maknanya
Hasan bin Mahmud ‘Audah, menyampaikan beberapa kutipan dari At Tadzkirah yang sulit dimengerti maknanya. Berikut ini disampaikan beberapa kutipan dengan disertai keterangan halamannya.
“Hurry hurry”, (hal. 830), “Mota moti lagriheehe”, (hal. 525). “Ghatham, Ghatham, Ghatham”, (hal 325). “Basyir ad daulah, alam kebab”, (hal. 215). “28-27-14-2-27-2-28-1-23-15-11” (lihat hal. 202, Mirza Ghulam tidak pernah menjelaskan maksudnya). “Asosiasi”, (hal. 821). “Wallah, wallah, siddaha hoya awala” (bahasa Punjabi), (hal. 744).

“Kapal laut dan kedamaian”, (hal. 658). “Dua empat bulan”, (hal. 611). “Catatan keuangan”, (hal. 589). “Tar Aii”, (=telah datang telegram), (hal. 778). “Diturunkan Der Qadiyan”, (Dalam Bahasa Persia), (hal. 802). “Menghilangkan batuk” (hal. 787). “Saya mencintai alis mata”, (hal. 731). “Akan pergi setelah 25 Februari”, (hal. 587). “Satu kata dan dua anak perempuan”, (hal. 587). “Tragedi keuangan”, (hal. 419). “Asisten ahli bedah”, (hal. 530).

“Toba ya topa”, Mirza Ghulam bertanya kepada para sahabatnya: “Lihatlah, dengan bahasa apa wahyu ini, mungkin ini berbahasa orang yahudi?”. Dijawab oleh Mufti Ahmad Shadiq (salahsatu nama pembesar dan orang berilmu dari kalangan sahabat Mirza Ghulam) : “Tidak ada bunyi “p” dalam bahasa orang yahudi, oleh karena itu wahyu ini bukan berbahasa yahudi”. Padahal sebagaimana diketahui bahwa bunyi “p” itu ada pada bahasa yahudi. (hal. 771).

“Ilm Aldurman 223”, Mirza Ghulam berkata : “Kata ‘ilm’ adalah bahasa arab, kata ‘durman’ adalah bahasa Persia, kemudian nomor ‘223’ setelahnya saya tidak tahu apa artinya” (hal. 671).
“Perut meledak”, Mirza Ghulam berkata : “Saya tidak tahu tentang siapa wahyu ini diturunkan”, (hal. 666).
“Aku akan menolongmu, engkau harus pergi ke Amritsar”, (Sebuah daerah di Punjab), (hal. 121).
“Hoo Shana Naisa”, (Mirza Ghulam berkata : “Saya tidak tahu, berbahasa apa ilham ini”), (hal. 120).
“Parishen, Umar Baratoos ya Palatoos”, (Mirza Ghulam berkata: “Saya tidak tahu apakah Baratoos atau Palatoos karena wahyu datang sangat cepat”.), (hal. 119).
Mirza Ghulam berkata : “Telah datang kepadaku wahyu di sore hari”, “Syaudry rustum ali”. (Dia tidak pernah menjelaskan apa maksud ilham ini, (hal. 528).
Di dalam mimpi Mirza Ghulam melihat botol kaca yang bertuliskan : “Aku peppermint”, (hal. 525).
“Pada suatu pagi, di dalam mimpi aku melihat kalimat yang tertulis : “Ah, kemana perginya Nadir Syah”, (hal. 543).
“Tiga kambing akan disembelih”, (Mirza Ghulam berkata : “Aku sudah melaksanakan wahyu ini dengan menyembelih tiga kambing”, (hal. 582).
“Aku sering kencing, kemudian aku berdoa kepada Allah, maka datanglah ilham kepadaku : “Assalaamu ‘alaikum”, (hal. 560).
“Perjalanan Arab”, Mirza Ghulam berkata : “Mungkin diantara takdir, sesungguhnya aku akan pergi ke tanah arab”, tetapi dia tidak pernah melakukannya, (hal. 558).
“Merugikan kesehatan”, tidak ada tulisan tentang apa ilham ini dan apa makna kalimat ini. Mirza Ghulam hanya berkata: “Ilham ini datang sekitar dua atau tiga hari yang lalu”, (hal. 549).
Mengenai Mesjid Mubarok yang berbatasan dengan rumah Mirza Ghulam (tempat dinikahkannya Hasan bin Mahmud ‘Audah) : “Mubarok, mubarok dan segala urusan mubarok (diberkahi) barangsiapa yang memasukinya maka ia akan aman”, (hal. 110).
Mirza Ghulam mengatakan bahwa di tengah-tengah tidurnya telah keluar dari mulutnya kalimat ini : “FAIR MAN” (orang adil) (hal. 493).
Mirza Ghulam berkata : “Ketika sakit diabetes, saya buang air kecil seratus kali setiap hari, setelah saya berdoa kepada Allah, datanglah ilham ini :
وَالْمَوْتُ إِذَا عَسْعَسَ , “Dan ketika kematian didatangkan”, (hal. 392).

Ada banyak wahyu yang dihubungkan kepada Mirza Ghulam dengan bentuk seperti ini, mengandung keanehan dan penyimpangan. Tetapi sangat sedikit dari kaum Ahmadi, yang mempelajari At Tadzkirah, perhatikan beberapa contoh lain berikut :
إِنَّ الله َمَعَ الْخَائِفِيْنَ , “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang takut”, (hal. 328).
اَلْفَارِقُ وَمَا أَدْرَاكَ مَاالْفَارِقُ , “Perbedaan, apa yang engkau ketahui tentang perbedaan?”, (hal. 523).
يَا مَرْيَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ “Wahai Maryam, tinggallah beserta pasanganmu di surga”, (hal. 727).
نَزَلَ الله ُفِي قَادِيَان وِفْقًا لِوَعْدِهِ “Allah telah turun di Qadiyan untuk memenuhi janji-Nya”, (hal. 542).

“Sesungguhnya aku berkeliling bersama Ar Rahman”, (hal. 830).
“Cukup bagimu wanita ini”, (hal. 830).
“Allah bershalawat kepadamu dan kepada Muhammad”, (hal. 794).
“Di dalam makanan dan pakaian yang baik ada aqal”, (hal. 776).
“Janganlah membunuh Zainab”, (hal. 748).
“Sesungguhnya siksa itu adalah kotak dan lingkaran”, (hal. 790).
“Saya akan menghilangkan api jahanam”, (hal. 528).
“Sesungguhnya kami menurunkannya di dekat Qadiyan”, (hal. 637).
“Seperti Allah di dalam bentuk kenabian (berbicara mengenai dirinya)”, (hal. 630).
“Hai Ahmad, diamlah engkau bersama istrimu di surga”, (hal 628).
“Cahaya kepemudaan akan bersinar di atasmu”, (hal. 610).
“Kecelakaan, bagi wanita ini dan suaminya”, (hal. 603).
“Kiamat telah datang, kiamat telah datang”, (hal. 602).
“Wahai Nabi Allah, aku tidak mengenalmu”, (kata bumi kepadanya), (hal. 588).
“Wahai bulan, wahai matahari, kamu dariku dan aku darimu”, (hal. 581).
“Mereka ingin melihat menstruasimu”, (hal 411).
“Kamu adalah Qabil akan datang kepadamu Wabil”, (hal. 403).
“Telah datang Raja Bangsa Arya”, (yang dimaksud adalah dirinya), (hal. 392).
“Kaisar India berterima kasih kepadamu”, (maksudnya Ratu Victoria), (hal. 348).
“Engkau paling sesuai dengan Isya bin Maryam, dalam hal bentuk, akhlak dan zaman”, (hal. 184).
“Aku seperti Al Quran dan melalui tanganku akan muncul hal-hal yang muncul pada Al Quran” (hal. 668).
“Jika engkau tidak ada, maka aku tidak akan menciptakan semesta”, (hal. 604).
“Semua pemakaman di dunia tidak bisa menandingi pemakaman ini (pemakaman surga yang dibangun Mirza Ghulam)”, (hal. 707).
“Menampakkan kebenaran dan keagungan, seperti Allah turun dari langit”, (mengenai putranya yang dijuluki Al Masih Al Mau’uud), (hal. 184).
“Aku menghendaki apa yang engkau kehendaki”, (hal. 546).
“Lakukan apa yang engkau mau karena aku telah mengampunimu”, (hal. 514).
“Sesungguhnya, engkaulah yang dikecualikan”, (hal. 504).
“Engkau bersamaku dan aku bersamamu, sesungguhnya aku berbai’at kepadamu dan Tuhan berbai’at kepadaku”, (hal. 432).

Mirza Ghulam berkata : “Di dalam mimpi aku melihat diriku sebagai dzat Allah dan aku yakin bahwa aku adalah Dia… Dan sifat ketuhanan telah dimasukkan ke dalam pembuluh darahku… Dan ketika aku di dalam keadaan ini, aku berkata: “Aku menginginkan peraturan baru, langit baru dan bumi baru, maka aku menciptakan langit dan bumi”. Mirza Ghulam bermaksud bahwa perkataannya ini sesuai dengan hadits Nabi mengenai tingkatan kedekatan orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, yakni hadits :
مَا زَالَ الْعَبْدُ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ حَتَّى صِْرتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَنَظَرَهُ الَّذِيْ يَبْصُرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ...
Seorang hamba terus mendekatkan diri kepadaku, sehingga Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatan yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangan yang dia gunakan untuk menggenggam… “, (Padahal Nabi saw. dan para sahabatnya tak seorang pun yang mengaku melihat dirinya sebagai dzat Allah atau mengaku menciptakan langit dan bumi), (hal. 195-197).
“Sesungguhnya dia akan menjadi janda, sedangkan suami dan ayahnya akan mati dalam tiga tahun setelah pernikahan mereka, kemudian kami akan mengembalikan dia kepadamu setelah kematiannya dan tidak ada seorang pun dari mereka yang yang bisa menghentikan ini”, (Wahyu ini berbahasa arab yang sangat jelek, mengenai seorang wanita muslimah, Muhammady Baigum yang ingin dinikahi Mirza Ghulam tetapi wanita itu menolaknya, kemudian dia dinikahi lelaki lain dan Mirza Ghulam meninggal sambil wahyu ini tidak pernah terjadi), (hal. 166).

Mirza Ghulam sebenarnya tidak mengharapkan keimanan kepada Al Quran
Hasan bin Mahmud ‘Audah menjelaskan bahwa Mirza Ghulam tidak menginginkan keimanan kepada Al Quran tetapi dia menginginkan keimanan kepada At Tadzkirah sebagai kumpulan wahyu dan ilham akhir zaman. Karena di dalam Al Quran ada firman Allah swt : “Katakanlah, Dia-lah Allah Tuhan Yang Maha Esa,… Tidak beranak dan tidak diperanakkan”, tetapi Mirza Ghulam mengatakan bahwa Allah menyampaikan wahyu kepadanya : “Kedudukan engkau seperti anakku”, (At Tadzkirah, hal. 636).

Mirza Ghulam berkata : “Sesungguhnya kalimat yang diturunkan kepadaku adalah yakin dan pasti… Aku beriman kepadanya seperti aku beriman kepada kitab Allah”, (Khazain, jilid 20, hal. 412).

Peminum arak, pengguna madat dan beberapa keanehan lainnya
Hasan bin Mahmud ‘Audah berkata : “Wahai orang-orang Ahmady, siapa diantara kalian yang mengetahui bahwa Mirza Ghulam adalah peminum arak, pengguna madat dan suka membiarkan para wanita dan para gadis yang bukan bukan istrinya memijat badannya dan menemaninya sepanjang malam serta hal-hal yang memalukan lainnya!?. Sangat sedikit dari kalian yang mengetahui karena sesungguhnya sangat sedikit di antara kalian yang membaca buku-buku biografi Mirza Ghulam. Diantara buku yang paling penting adalah Sirah Al Mahdy yang disusun oleh Qomarul Anbiyaa, putra Mirza Ghulam”. Berikut ini disampaikan beberapa kutipan dari buku tersebut ;
Pada riwayat nomor 929 : Dr. Mir Muhammad Ismail, salah seorang sahabat dekat Mirza Ghulam mengatakan : “Paduka Al Masih Al Mau’ud ‘alaihis salam (Mirza Ghulam) telah menegaskan bahwa pada madat itu ada manfaat yang menakjubkankan dan asing dan dia (Mirza Ghulam) telah mempersiapkan sendiri dari madat itu, sebuah obat yang dia sebut ‘obat ketuhanan’, dia suka memberikannya juga kepada para sahabatnya”.

Pada riwayat nomor 966 : Sheti Ghulam Nabi mengabarkan kepadaku bahwa dia pernah pergi ke Al Masih Al Mau’ud untuk mengadukan masalah yang membingungkannya kemudian padukanya (Mirza Ghulam) berkata : “Aku sudah siapkan arak, maka minumlah ini setiap hari, memang benar arak itu haram, tetapi arak yang telah aku buat sendiri ini halal”. Dia juga menambahkan bahwa padukanya selalu mengirim segelas arak di waktu pagi dan segelas di waktu sore selama sekitar satu bulan. Kemudian dia pernah meminta resep pembuatannya tetapi Mirza Ghulam berkata: “Engkau tidak akan bisa membuatnya, datanglah dan ambilah dariku saat engkau membutuhkannya”.

Sangat banyak aspek-aspek Mirza Ghulam seperti yang disebut di atas yang disampaikan di dalam Sirah Al Mahdy. Berikut adalah beberapa intisari dari Sirah Al Mahdy disertai nomor riwayatnya.
Al Masih Al Mahdy menderita penyakit gangguan syaraf sehingga dia jatuh ke tanah dan tidak bisa menjadi imam shalat, (No. 369). Tangan kanannya patah sekali dan dia tidak bisa menggunakannya untuk makan sampai dia meninggal dunia, (No. 479 & 564). Dia menderita penyakit kuning, (No. 81 & 93). Dia menderita penyakit paru-paru, (No. 66). Dia tidak bisa melihat dengan baik, (No. 673). Dia selalu menggunakan baju hangat sepanjang tahun (sekalipun musim udara yang sangat panas), (No. 597). Dia menegaskan bahwa dia minum arak dan menggunakan madat sebagai obat (No. 655).

Dia samasekali tidak pernah beribadah haji, (No. 672). Dia samasekali tidak pernah beri’tikaf, (No. 66). Dia samasekali tidak pernah beristigfar, (No. 1). Dia meminta istrinya berada di sampingnya ketika shalat, sehingga jika ia terjatuh maka jatuh ke pangkuan istrinya, (No. 696). Sekali dia berpuasa sehari kemudian sakit maka kemudian dia berbuka, (No. 697). Wanita yang haram bagi dirinya menjaganya sepanjang malam, (No. 786). Dia sering pingsan dan sering jatuh ke lantai, (No. 788). Zainab, gadis muda pelayannya menjaganya sepanjang malam sampai tibanya waktu fajar, (No. 896). Seekor anjing bernama Shiro selalu mendampingi Mirza Ghulam, (No. 957). Dia tidak hafal ayat-ayat Al Quran kecuali sangat sedikit, (No. 553). Dia menegaskan bahwa dirinya adalah ruhnya islam dan islam akan mati tanpa dirinya,(no. 665). Dia menderita penyakit diare beberapa tahun sebelum kematiannya dan kemudian mati dengan sebab penyakit itu (No. 372).

Menganggap kafir orang-orang muslim yang lain
Ketahuilah bahwa Mirza Ghulam menganggap kafir muslimin lain dengan penyampaian wahyu berikut : “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengikutimu dan tetap berbeda denganmu, dia itu hanyalah pendosa kepada Allah dan rasul-Nya dan termasuk penghuni neraka jahim”. (At Tadzkirah hal. 342).
“Sungguh Allah telah menjelaskan kepadaku : “Sesungguhnya setiap orang yang sampai dakwahku kepadanya tetapi tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang muslim dan dia berhak atas siksa dari Allah”. (At Tadzkirah hal 600).
“Barangsiapa yang memisahkan antara aku dengan Al Musthafa (Nabi Muhammad saw), berarti dia tidak mengenalku dan tidak mengetahui”, (Khazain, jilid 16, hal. 259).

Penjelmaan para Nabi dan orang salih
Mirza Ghulam telah mengakui bahwa dirinya merupakan penjelmaan (titisan) para nabi dan orang salih sebelumnya.
“Allah telah menurunkan kepadaku berkah Rasul yang ini, menyelesaikan dan menyempurnakannya, sehingga kehadiranku merupakan kehadirannya”, (Khazain, jilid 16, hal. 259).

“Aku adalah yang dimaksud dengan firman Allah : “Dan (Ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat” (At Tahriim (66) : 12).

Akulah satu-satunya yang dipanggil Maryam dan sesusungguhnya telah ditiupkan ruh Isya pada diriku”, (Khazain jilid 22, hal. 350-351).
“Allah telah menjadikanku sebagai Maryam selama dua tahun … Kemudian kepadaku ditiupkan ruh Isa sebagaimana telah ditiupkan kepada Maryam, kemudian dia hamil. Setelah beberapa bulan, tidak lebih dari sepuluh bulan, aku beralih dari bentuk dari Maryam menjadi Isa. Demikianlah, kemudian aku menjadi Isa bin Maryam”, (Khazain, jilid 19, hal. 50).

“Sesungguhnya perumpamaan aku disisi Allah adalah seperti Adam … Allah telah menjadikan aku sebagai Adam dan Dia telah memberikan kepadaku segala yang telah diberikan kepada Bapak Manusia …”, (Khazain jilid 16, hal. 253-254).

“Telah diilhamkan kepadaku bahwa kedatanganku tercantum di dalam Al Quran dan Hadits : “Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci”. (As Shaff (61) : 9).(Khazain jilid 18, hal. 208).

“Allah memberikan segala yang telah diberikan kepada masing-masing nabi secara terpisah, tetapi Dia memberikan semuanya kepadaku”, (Khazain jilid 18, hal. 477).

“Aku bersumpah demi Allah yang ruhku berada pada genggaman-Nya, sungguh Dia telah mengutusku dan menyebutku sebagai nabi, Dia memanggilku Al Masih Al Mau’ud, dan untuk membenarkan pengakuanku ini, Dia menurunkan banyak mukjizat besar melampui 300 ribu mukjizat”, (Khazain hal 22, No. 503).
“Untuk menetapkan kerasulanku, sungguh Allah telah menurunkan banyak mukjizat yang apabila mukjizat ini dibagikan kepada seribu nabi, maka para nabi itu akan ditetapkan sebagai rasul pula. Tetapi syetan-syetan dari kalangan manusia tidak mau membenarkannya”. (Khazain, jilid 23, hal. 332).

“Aku bersumpah demi Allah, sungguh aku beriman kepada wahyu yang turun kepadaku seperti aku beriman kepada Al Quran dan kitab-kitab lain yang turun dari langit. Dan sesungguhnya aku beriman bahwa wahyu-wahyu itu diturunkan kepadaku dari Allah sebagaimana aku beriman bahwa Al Quran diturunkan dari-Nya”. (Khazain jilid 22, hal. 220).
“Aku melihat pada salahsatu mimpiku bahwa di dalam Al Quran disebutkan tiga tempat yang dimulyakan dan dihormati, yaitu Makkah, Madinah dan Qadiyan”, (Khazain jilid 3, hal. 140).

Memperkuat Pemerintah Inggris
Berikut kutipan yang menunjukkan peran Mirza Ghulam dalam memperkuat Pemerintah Inggris yang pada saat itu sedang menjajah India.
“Sungguh aku telah menghabiskan kebanyakan umurku untuk memperkuat dan membela Pemerintah Inggris. Dan aku telah menyusun buku-buku, iklan dan buletin untuk mencegah jihad dan mewajibkan taat kepada pemerintah yang apabila dikumpulkan niscaya akan memenuhi 50 lemari”, (Khazain jilid 15, hal. 155).
“Sungguh aku telah menyebarkan 50.000 buku, surat dan bulletin di negeri ini dan di negeri islam lainnya yang menjelaskan bahwa Pemerintah Inggris adalah pemilik kelebihan dan anugrah. Dan sesungguhnya wajib bagi semua muslim untuk mentaati pemerintah ini dengan sebenar-benarnya ketaatan”. (Khazain, jilid 15, hal. 114).
“Wajib bagi kita dan keturunan kita untuk berterima kasih kepada Pemerintah Inggris yang diberkahi ini”, (Khazain jilid 3, hal. 166).
“Sejak kecil sampai sekarang usiaku sudah lebih dari 60 tahun, aku senantiasa bekerja keras dengan lisan dan penaku untuk mengarahkan hati orang-orang islam agar tulus kepada Pemerintah Inggris dan bersikap baik kepadanya”, (Istiharat jilid 3, hal. 11).
“Jelas bagi Negara yang diberkahi ini (Inggris) bahwa kami termasuk pembantu mereka dan pengajak kepada kebaikan mereka sejak dulu. Dan kami melakukannya di setiap waktu dengan hati yang tulus”, (Khazain jilid 8, hal. 36).
“Sungguh aku mengetahui bahwa Allah Yang Maha Tinggi telah menjadikan Pemerintah Inggris ini sebagai pelindung dan penjagaku beserta golonganku dengan anugrahnya yang istimewa. Dan keamanan yang telah diperoleh di bawah pemerintahan ini tidak mungkin bisa didapatkan di Makkah maupun di Madinah … (Khazain jilid 15, hal. 156)
“Yang diharapkan dari pemerintah ini (Inggris) adalah agar mereka memperlakukan aku dan golonganku dengan kasih sayang yang khusus dan kepedulian besar karena kami tidak pernah terlambat untuk memberikan pengorbanan dengan jiwa dan darah”, (Istiharat jilid 3, hal 21).

Mirza Ghulam membuat intisari dari pendapat dan keyakinannya dengan mengatakan :
“Sesungguhnya pendapatku dan keyakinanku yang sering aku katakan berulang-ulang adalah bahwa sesungguhnya Islam itu terdiri dari dua bagian, bagian pertama taat kepada Allah dan bagian kedua taat kepada Pemerintah Inggris yang telah memberikan keamanan dan melindungi kami dari orang-orang dzalim”, (Khazain jilid 6, hal. 380).

Pada bagian terkahir, Hasan bin Mahmud ‘Audah berkata : “Wahai orang-orang Ahmady, saya berharap agar anda meneliti kepalsuan Ahmadiyyah dan penyimpangannya dari kebenaran serta segera membebaskan diri dari mereka sebelum terlambat. Islam adalah agama yang sudah sempurna sebelum kedatangan Mirza Ghulam dan tetap akan sempurna sampai hari kiamat sebagaimana telah didatangkan oleh peneutup para Nabi dan Rasul, Muhammad saw. Mirza Ghulam telah menipu dan menyesatkan kalian. Sesungguhnya dia bukanlah nabi dan rasul, dia bukan Al Masih atau Al Mahdy, dia bukan Muhammad ataupun Nuh, dia bukan Maryam ataupun Adam seperti yang telah dia duga. Ketahuilah bahwa Allah adalah pemberi petunjuk, tidak ada pemberi petunjuk selain Dia, maka mintalah petunjuk kepada-Nya karena Dia Maha Mengetahui orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Maha Mengetahui orang-orang yang diberi petunjuk. Ketahuilah, bahwa keselamatan tidak akan terjadi hanya dengan semata-mata ketaatan kalian kepada Mirza Ghulam, tetapi dengan cara mengikuti dan berpegang teguh kepada Al Quran dan sunah Rasulullah saw. Al Quran adalah kitab yang sempurna yang tidak didahului atau disudahi dengan kebatilan sampai hari kiamat. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya maka akan selamat”.

WALLAU A’LAM BISH SHAWAAB