Rabu, September 02, 2009

BISAKAH BATAL PUASA SEBELUM PERJALANAN DIMULAI ?

KELIRUMOLOGI – PART 2


Suatu hari di saat sahur, di mesjid kampung Ki Shadri terasa sepi. Tak terdengar suara Ki Shadri yang biasanya rajin membangunkan orang-orang di kampungnya melalui pengeras suara mesjid. Orang-orang di kampungnya kemudian bertanya-tanya, kemana Ki Shadri?. Apakah dia masih tidur? Atau jangan-jangan dia sakit?

Setelah shalat shubuh usai, sebagian jamaah mesjid mendatangi rumah Ki Shadri untuk mencari tahu Ada apa dengan Shadri. Sesampainya di rumah Ki Shadri, wah… apa yang mereka lihat ? Ternyata Ki Shadri sedang makan nasi goreng, nikmat banget kayaknya… . Tapi anehnya, saat ia tertangkap basah sedang makan di pagi hari bulan puasa, ia malah menyapa orang-orang yang mendatangi rumahnya dengan wajah innocent.

Setelah para tamunya bertanya, kenapa di pagi hari bulan puasa Ki Shadri malah melahap nasi goreng, sebagai orang yang sekarang sudah mulai nyantri di pengajiannya Ustadz Mursyid dia menjawab dengan menggunakan dalil. “Bukankah kalian tahu firman Allah dalam Al Baqarah 184 dan diulang lagi di 185 yang berbunyi, “…Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain….”. Begitulah kata Ki Shadri, kemudian ia melanjutkan penyampaian hujjah-nya. “Nah… hari ini aku mau curi start mudik, supaya gak ikutan terjebak macet. Makanya aku tidak puasa hari ini dengan dasar dalil yang kusebutkan tadi yang membolehkan seorang musafir tidak berpuasa saat di perjalanan”.

“Tapi kan… “, inilah kalimat pertama yang diungkapkan sahabat-sahabat Ki Shadri yang kemudian memicu perdebatan sengit di antara mereka. Sehingga Ustadz Mursyid, satu-satunya orang yang didengar suaranya oleh Ki Shadri harus turun tangan untuk melerai perdebatan di antara mereka.

Kejadian di atas merupakan salahsatu dari kejadian yang dimuat di dalam Kamus Kelirumologi yang kebetulan belum dicetak dan penyusunannya juga belum selesai.

Dimulailah penjelasan Ustadz Mursyid dengan membacakan sebuah kitab tafsir untuk menjelaskan kalimat “… atau dalam perjalanan…” (Al Baqarah 184 & 185).
“Para ulama bersepakat bahwa musafir (orang yang melakukan perjalanan) di bulan Ramadhan tidak diperbolehkan membatalkan puasanya sebelum perjalanannya dilakukan. Karena seseorang itu tidak dianggap sebagai musafir jika ia baru berniat akan melakukan perjalanan. Ia baru disebut musafir jika perjalanannya itu telah dimulai. Berbeda dengan muqim (orang yang berada di daerah tempat tinggalnya), ia tidak perlu melakukan apapun untuk bisa disebut sebagai muqim karena ketika ia berniat akan tinggal di daerahnya, maka pada saat itu pula ia sedang berada di daerahnya”. (Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al Anshary Al Khazrajy Syamsuddin Al Qurthuby (wafat 671H), Al Jami’ li Ahkaam al Quran / Tafsir Al Qurthuby 2/278)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar